A Grain Of Wheat Ministries

Membaca Online
Tanda Akhir Zaman

BALASAN YANG SETIMPAL

Bab 9

Tanda Akhir Zaman, buku oleh David W. Dyer

PUBLIKASI MINISTRIES “A GRAIN OF WHEAT”

Oleh David W. Dyer

Diterjemahkan oleh L. Yunnita

DAFTAR ISI

Pendahuluan, Bab 1: “Datanglah kerajaan-mu

Bab 2: Dua “kerajaan”

Bab 3: Kronologi singkat

Bab 4: Hari tuhan

Bab 5: Pada mulanya

Bab 6: Amanat tuhan - kegagalan manusia

Bab 7: Kerajaan allah ada di antara anda

Bab 8: “Tuhan, tuhan”

Bab 9: Balasan yang setimpal

Bab 10: Pengampunan dan penghakiman

Bab 11: Anak laki-laki

Bab 12: Hidup dalam kemenangan

Bab 13: Kepemimpinan dan kerajaan allah

Bab 14: “Pekerjaan iman”

Bab 15: Kata-kata penghiburan, Kesimpulan



Bab 9: BALASAN YANG SETIMPAL

Dalam bab sebelumnya, kita membahas fakta bahwa tidak semua anak Allah akan masuk ke dalam Kerajaan Seribu Tahun-Nya. Meskipun mereka semua akan bersama-Nya secara kekal, tetap saja, tidak semua orang yang menyebut nama Tuhan akan mendapat bagian dalam berkat memerintah dan berpesta bersama-Nya di dalam Kerajaan-Nya.

Dalam bab ini, kita akan menyelidiki aspek lebih lanjut pada kebenaran ini. Aspek itu ialah tidak hanya sebagian orang percaya tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Yesus, tetapi sebagi- an di antara mereka yang memberontak dan tidak taat juga akan dihukum. Tidak hanya mereka akan kehilangan upah yang ber- harga, yaitu Kerajaan itu, tetapi mereka pun akan dihukum de- ngan berbagai cara, sebagian di antaranya dengan hukuman keras karena ketidaktaatan mereka. Yang akan kita lakukan kini adalah menyelidiki ayat-ayat Alkitab yang menunjukkan gambaran ten- tang kebenaran yang menyadarkan ini.

Alkitab mengajar kita bahwa Allah “membawa banyak orang kepada kemuliaan” (Ibr. 2:10). Betapa beruntungnya kita bisa menjadi salah satu dari banyak orang itu. Karena kita telah ditebus dengan darah Anak Domba yang berharga, kita telah dise- lamatkan dari murka Allah dan Dia tidak lagi berurusan dengan kita seperti Dia berurusan dengan musuh-musuh-Nya. Sebalik- nya, Dia memperlakukan kita sebagai anak-anak-Nya sendiri.

Namun, menjadi anak-anak Allah tidak berarti kita kini luput dari disiplin-Nya atau bahwa kita bisa melakukan apa pun yang kita inginkan. Sama seperti Anda pada posisi sebagai orang tua tentu tidak akan mengizinkan anak-anak Anda untuk mem- berontak dan tidak taat tetapi akan mencegah mereka dari hidup seperti itu dengan mendisiplin mereka, demikian juga Allah men- disiplin anak-anak-Nya.

Alkitab berkata, “[...] karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia mencambuk orang yang diakui-Nya sebagai anak.” (Ibr. 12:6). Kata “mencambuk” berarti memukul dengan alat cambuk atau tongkat. Allah bukanlah jenis ayah seperti sebagian ayah jasmani pada masa kini. Dia tidak mendukung sikap permi- sif. Dia mengasihi anak-anak-Nya dan, dalam kebijaksanaan-Nya, Dia menyadari bahwa disiplin itu sehat – bahwa menghukum me- reka atas kesalahan mereka akan membuat mereka melakukan hal yang benar di masa depan. Bahkan, pendisiplinan-Nya kepada kita membuktikan bahwa kita adalah anak-anak-Nya karena da- lam kasih-Nya yang besar, Dia memberi kita ganjaran (Ibr. 12:8).

Sekarang, kita tiba pada prinsip ilahi yang sangat penting. Galatia 6:7 berbunyi, “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri- Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.” Apa pun jenis benih yang ditanam seorang tu- kang kebun atau petani ke dalam tanah, itulah tepatnya jenis ta- naman yang akan tumbuh kemudian. Jika dia menanam jagung, dia tidak akan menuai kacang, dan jika dia menanam bawang, dia tidak akan menuai wortel. Benih yang ditanam menghasilkan tu- aian sesuai dengan jenisnya.

Prinsip yang sama berlaku bagi kita di alam rohani. Maka, kita dapat yakin bahwa jenis kehidupan apa pun yang kita jalani, kita akan menuai konsekuensi yang sesuai dengan kehidupan itu, baik sekarang maupun di masa depan. Jika kita hidup dalam dosa, atau dengan kata lain “menabur dalam dagingnya”, kita akan me- nuai hasil “kebinasaan” (Gal. 6:8). Jika kita “menabur dalam Roh”, kita akan menerima “hidup yang kekal dari Roh itu” atau, dengan kata lain, kedewasaan rohani. Anak-anak Tuhan tidak terkecuali dari prinsip yang tak berubah ini. Kita pasti akan menerima hasil dari apa yang kita tabur hari ini.

Jangan berpikir bahwa hanya karena kita berada di ba- wah kasih karunia Allah dan telah diselamatkan dari murka-Nya yang akan menghancurkan musuh-musuh-Nya, kita bisa berbu- at semaunya. Allah tidak bisa dipermainkan, dan Dia juga tidak buta. Jangan sesat tentang hal ini. Alkitab mengatakan bahwa, “Mata TUHAN ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik.” (Ams. 15:3). Dialah yang “menguji pikiran dan hati” (Why. 2:23). Dia tahu apa yang kita pikirkan, katakan, dan laku- kan. Semua hal yang tersembunyi dari orang lain, Dia tahu. Untuk semua hal ini kita akan dibawa untuk mempertanggungjawabkan- nya di hadapan takhta pengadilan Kristus.

Pada saat itu, meskipun tidak ada di antara kita yang ber- ada dalam bahaya lautan api, jika kita telah tidak taat, kita akan berada dalam bahaya hukuman yang pantas untuk kita peroleh. Kita akan menuai persis sesuai dengan apa yang telah kita tabur. Allah akan menghukum anak-anak-Nya yang memberontak. Ya, Dia pasti akan melakukannya.

Di Wahyu 2:23 kita membaca tentang Yesus yang berkata, “[...] Aku akan membalaskan kepada kamu masing-masing menu- rut perbuatanmu”. Wahyu 22:12 berbunyi, “‘Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upah-Ku untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya.’” Selain itu, di 2 Ko- rintus 5:10 kita membaca, “Sebab, kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya [diberi upah atau hukuman] sesuai de- ngan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.”

Mengenai ayat-ayat tersebut, saya pernah mendengar be- berapa orang mengajar bahwa entah perbuatan kita baik atau ja- hat, Allah tetap akan memberi kita upah. Dia masih akan member- kati kita. Dia masih akan memberi kita hanya hal-hal yang baik.

Pikiran seperti ini menunjukkan kondisi yang sesat. Entah setan atau pikiran Anda sendiri yang telah menyesatkan Anda se- hingga percaya pada sesuatu yang tidak mungkin benar. Adalah tidak mungkin bahwa menabur benih jahat akan menghasilkan tuaian upah yang baik. Saya juga pernah mendengar orang berka- ta, “Nah, mereka yang telah berbuat baik akan menerima banyak upah dan mereka yang telah berbuat jahat hanya akan menerima sedikit upah yang baik.” Saya merasa perlu memberi tahu Anda dalam nama Yesus Kristus bahwa hal itu bukanlah kebenaran.

Ketika Alkitab menggunakan kata “upah” atau “ganjaran” itu tidak selalu mengacu pada sesuatu yang baik atau berkat. Kata “upah” dan “ganjaran” juga digunakan dalam Perjanjian Baru un- tuk merujuk pada hukuman yang adil atas perbuatan fasik. Pada dasarnya, kata itu berarti bahwa kita akan mendapatkan “balasan yang setimpal”.

Ketika Yesus tergantung di kayu salib di antara dua pencu- ri, salah satunya berkata, “[...] sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat se- suatu yang salah.” (Luk. 23:41). Mereka disalibkan karena telah berbuat jahat. Oleh karena itulah, mereka menderita dengan “ba- lasan” yang pantas mereka terima.

Ketika Yesus Kristus datang dengan ganjaran-Nya, kita ti- dak boleh berpikir bahwa itu hanya merupakan upah baik tanpa peduli apa yang telah kita lakukan dengan hal-hal yang telah Dia berikan kepada kita. Justru kelak, Dia akan mengadili kita sesuai dengan apa yang telah kita lakukan dengan waktu dan bakat kita (Kis. 1:18; 2Tim. 4:14; 2Ptr. 2:13; Why.18:6).

Apakah Allah akan menghukum sebagian anak-Nya? Ya, benar, dan Dia siap melakukannya jika mereka memberontak dan tidak taat. Bahkan faktanya, itu adalah salah satu janji-Nya yang hebat yang dapat kita andalkan penggenapannya. Sekarang se- bagian orang mengatakan bahwa peringatan dan hukuman yang disebutkan Alkitab terjadi hanya di dunia ini. Mereka berpikir bahwa Tuhan tidak akan pernah melakukan semua itu ketika Dia datang kembali.

Memang benar bahwa di dunia ini Allah banyak mendi- siplin dan menghajar kita, tetapi benar pula bahwa sebagian anak Allah mengabaikan hal itu. Mereka tidak mengindahkan peringat- an Allah dan tidak membiarkan diri mereka dibimbing dan diper- baiki oleh-Nya. Sebaliknya, mereka terus hidup dalam jalan-jalan pemberontakan mereka.

Sering kali, orang-orang itu akan mengaitkan keadaan yang tidak menguntungkan yang menimpa mereka sebagai peristiwa alamiah dan menolak untuk mengakui tangan Allah dalam inter- aksi-Nya dengan mereka. Sebagian akan mencari-cari alasan apa pun untuk tidak mengakui bahwa masalah-masalah yang mereka alami adalah disiplin ilahi dari Bapa surgawi. Orang-orang itu me- negarkan tengkuk mereka dan mengeraskan hati mereka terhadap apa yang Allah lakukan. Oleh karena itu, mereka tidak mendapat manfaat dari disiplin ilahi di kehidupan ini.

Karena sikap perlawanan mereka, mereka tidak membi- arkan Roh Kudus melakukan pekerjaan-Nya. Meskipun mereka mungkin menipu diri sendiri dengan mencoba membayangkan bahwa segalanya baik-baik saja, ketika Yesus Kristus datang kem- bali kelak semua hal akan terungkap. Semua niat tersembunyi dan pikiran hati akan diungkapkan dan setiap pria dan wanita yang mengetahui kehendak Tuhan tetapi tidak melakukannya akan di- hukum dengan adil oleh-Nya.

Mari kita kembali lagi ke Matius pasal 25 dan memeriksa perumpamaan Kerajaan lain yang memerinci kebenaran ini bagi kita. Dimulai dari ayat 14, bagian ini berbunyi:

“Sebab, Kerajaan Surga seumpama seseorang yang mau bepergian. Ia memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberinya lima talenta, yang seorang lagi dua, dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat.

Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta. Hamba yang menerima dua talenta itu pun berbuat demikian juga dan beroleh laba dua talenta. Namun, hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali lubang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya.

Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka. Hamba yang meneri- ma lima talenta itu datang dan membawa laba lima talenta, kata- nya: Tuan, lima talenta Tuan percayakan kepadaku; lihat, aku te- lah beroleh laba lima talenta. Kata tuannya itu kepadanya: Bagus, hai hambaku yang baik dan setia! Engkau telah setia dalam hal kecil; aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam hal yang besar. Masuklah ke dalam sukacita tuanmu.

Sesudah itu, datanglah hamba yang menerima dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta Tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba dua talenta. Kata tuannya itu kepadanya:

Bagus, hai hambaku yang baik dan setia! Engkau telah setia dalam hal kecil; aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam hal yang besar. Masuklah ke dalam sukacita tuanmu.

Akhirnya, datanglah juga hamba yang menerima satu ta- lenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa Tuan adalah orang yang kejam yang menuai di tempat Tuan tidak menabur dan me- mungut dari tempat Tuan tidak menanam. Karena itu, aku takut dan pergi menyembunyikan talenta Tuan di dalam tanah. Ini, teri- malah kepunyaan Tuan!

Maka jawab tuannya itu: Hai hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu bahwa aku menuai di tempat aku tidak me- nabur dan memungut dari tempat aku tidak menanam? Kalau begi- tu, seharusnya uangku itu kau berikan kepada bankir, supaya pada waktu aku kembali, aku menerima milikku dengan bunganya.

Sebab itu, ambillah talenta itu dari dia dan berikanlah ke- pada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. Karena, setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia ber- kelimpahan. Namun, siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil darinya.

Tentang hamba yang tidak berguna itu, campakkanlah dia ke dalam kegelapan di luar. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.” (Mat. 25:14-30).

Ini adalah perumpamaan yang sangat serius. Di dalam- nya, Yesus Kristus berbicara tentang “hamba-hamba-Nya”. Jika kita memikirkannya dengan jujur, kita pasti tiba pada kesimpulan bahwa ketiga hamba tersebut adalah semua orang percaya. Mere- ka semua adalah hamba Tuhan, dan masing-masing dari mereka menerima talenta dari-Nya untuk melakukan kehendak-Nya sela- gi Dia pergi.

Tidak ada orang tak percaya yang masuk dalam kategori ini. Jangan membuat kesalahan dengan menyebut dua hamba ada- lah orang percaya dan hamba lainnya adalah orang tidak percaya. Ketiganya berada pada kategori yang sama. Mereka bertiga ada- lah orang percaya yang lahir baru yang merupakan hamba Yesus Kristus.

Dalam perumpamaan Kerajaan ini, kita melihat bahwa hamba yang tidak berguna akan dilemparkan ke dalam kegelapan yang paling gelap tempat terdapat ratapan dan kertakan gigi. Kita tidak diberi tahu secara pasti apa atau di mana “kegelapan di luar” itu, tetapi dapat dibayangkan bahwa itu adalah tempat yang ter- pisah dari hadirat langsung Yesus Kristus dan itu adalah tempat pencarian jiwa yang amat dalam oleh setiap individu yang dilem- parkan ke sana.

“Ratapan dan kertak gigi” yang dibicarakan Alkitab itu di- sebabkan oleh kesedihan dari orang percaya yang menyadari apa yang sesungguhnya bisa mereka miliki, sukacita yang sebenarnya mereka bisa nikmati, jika saja mereka sedikit lebih berusaha untuk setia. Namun, sekarang mereka melihat bahwa segalanya sudah terlambat. Pada titik itu, mereka tidak bisa lagi pulih untuk ma- suk ke dalam Kerajaan, dan mereka ditinggalkan di keadaan gelap ini selama seribu tahun sepanjang pesta perkawinan hingga awal “masa kekal yang akan datang”.

Hal itu adalah hukuman yang serius. Itu adalah sesuatu yang saya yakin tidak ada orang yang ingin mengalaminya. Syu- kurlah, tidak ada orang percaya yang harus mengalaminya, kare- na Allah telah memampukan kita semua untuk setia dan Dia akan memampukan kita untuk taat.

Penting untuk dicatat bahwa “kegelapan di luar” itu bu- kanlah hal yang sama dengan lautan api. Mohon perhatikan hal ini dengan saksama. Di mana pun dalam Alkitab tidak dikatakan bahwa “kegelapan di luar” itu sama dengan lautan api. Umum- nya, orang Kristen sering menyamakan kedua hal itu padahal ke- duanya seharusnya tidak sama.

Ada beberapa alasan yang baik yang menunjukkan perbe- daannya. Yang pertama, lautan api tidak mungkin gelap. Selama ribuan tahun, sampai penggunaan listrik baru-baru ini, satu-satu- nya cara untuk ada cahaya di tempat gelap adalah menyalakan api. Sebuah lilin atau lampu hanyalah api kecil, tetapi memberikan cahaya. Oleh karena itu, tidak ada orang yang hidup pada masa Yesus di bumi akan menganggap tempat yang penuh api seba- gai tempat yang gelap. Sebaliknya, mereka akan berpikir dengan pengertian yang sebaliknya.

Selanjutnya, kita harus ingat bahwa penghakiman ter- hadap “hamba-hamba” itu terjadi ketika Yesus datang kembali.

Seperti yang telah kita lihat, tidak ada orang tidak percaya yang akan diangkat. Maka, tidak ada orang tidak percaya yang bisa menghadap di hadapan takhta pengadilan Kristus ketika hamba-hamba yang lain diberi upah.

Hanya setelah masa seribu tahunlah orang-orang yang tidak percaya dibangkitkan dan diadili, kemudian siapa saja (selain bina- tang buas dan nabi palsu) dapat dilemparkan ke dalam lautan api.

Marilah kita berhenti mengambil inspirasi dari Dante atau Milton, yang menggambarkan neraka sebagai tempat berbagai je- nis hukuman dan penderitaan (misalnya kegelapan, cambukan, api, dll.). Tidak, dilemparkan ke dalam kegelapan yang paling gelap adalah hukuman bagi anak-anak Allah. Hal itu bersifat se- mentara dan merupakan sesuatu yang terjadi di takhta pengadilan Kristus, pada awal masa seribu tahun.

Di mata banyak orang, dosa hamba itu sebenarnya tidak terlihat terlalu buruk. Dia tidak benar-benar melakukan sesuatu yang jahat. Dia hanya tidak melakukan apa-apa sama sekali. Kita telah membahas sebelumnya tentang fakta bahwa tidak ada wila- yah netral di dunia ini.

Dalam hidup kita, kita pasti berpartisipasi dalam salah satu kerajaan, yang satu atau yang lain. Entah kita hidup di dalam Kerajaan Kristus dan dalam ketaatan kepada-Nya, atau, secara sa- dar atau tidak sadar, kita melayani Iblis.

Yesus Kristus telah mempercayakan amanat-Nya kepada kita untuk kita pergi ke seluruh dunia, mengajar semua bangsa, dan menghasilkan murid dari antara mereka (Mat. 28:19). Seorang murid adalah seseorang yang taat dan didisiplinkan oleh Tuhan- nya. Orang percaya dipercaya dengan amanat itu dan diberikan berbagai kemampuan untuk menjalankannya.

Jika karena ketakutan, kemalasan, atau ketidaktaatan yang sederhana kita tidak menggunakan karunia dan talenta kita untuk memenuhi apa yang telah diperintahkan Allah kepada kita untuk dilakukan, kita akan mempertanggungjawabkannya di hadapan takhta pengadilan Kristus. Pada waktu itu kelak, sebagian anak Allah akan dilemparkan ke dalam kegelapan yang paling gelap. Akan ada ratapan dan kertakan gigi. Tidak hanya sebagian orang percaya akan ditinggalkan dari pesta perkawinan, tetapi juga sebagian akan dihukum dengan cara itu karena kemalasan dan ketidaktaatan mereka.

Yesus mengulangi peringatan yang sama di bagian lain Al- kitab ketika Dia menyatakan bahwa, “[...] Banyak orang akan da- tang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama Abraham, Ishak, dan Yakub di dalam Kerajaan Surga [mengacu pada pesta perkawinan], sedangkan [sebagian dari] anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan di luar, di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.” (Mat 8:11, 12).

Siapakah “anak-anak Kerajaan” itu? Mereka adalah orang- orang yang, oleh posisi sebagai anak karena mereka telah dila- hirkan dari Allah, memiliki hak untuk mewarisi Kerajaan. Sama seperti anak seorang manusia di bumi akan mewarisi harta benda- nya ketika dia meninggal, demikian pula anak-anak Allah memi- liki hak untuk mewarisi Kerajaan yang telah Dia janjikan.

Terjemahan Williams membuat artinya sangat jelas dengan mengatakan: “... banyak orang yang akan datang dari timur dan dari barat dan mengambil tempat mereka di pesta bersama Abra- ham dan Ishak dan Yakub, di dalam Kerajaan Surga, sementara para ahli waris Kerajaan akan diusir ke dalam kegelapan di luar, tem- pat mereka akan meratap dan mengertakkan gigi mereka.” Anak- anak Allah yang tidak setia akan dicabut hak warisnya dan, bukan hanya itu, mereka juga akan dihukum. Ada banyak orang yang secara keliru mencoba menerapkan perumpamaan-perumpamaan “Kerajaan” ini ke dalam konteks “kekekalan”. Mereka berpenda- pat bahwa hamba yang tidak setia dan dihukum itu “terhilang”. Mereka menganggap dia kehilangan hidup kekalnya. Hamba itu pernah dilahirkan dari Allah tetapi, karena ketidaktaatannya, dia batal menjadi salah satu anak Allah.

Jika kita mengambil pandangan itu, kita mengasumsikan bahwa Allah sedang menghasilkan anak-anak secara acak dan bahkan tidak bertanggung jawab. Jika itu benar, Bapa kita di surga membiarkan orang menerima hidup-Nya dan menjadi bagian dari keluarga-Nya tanpa memiliki rencana untuk menangani masalah dan kekurangan orang-orang itu.

Pemikiran demikian membawa kita untuk memandang kelahiran baru hanya sebagai semacam eksperimen untuk melihat apakah kelahiran baru akan berhasil atau tidak. Itu seperti seorang pria yang memiliki, katakanlah, selusin anak dan kemudian, keti- ka beberapa dari anak-anak itu tidak menyenangkan hatinya, pria itu menembak setengah dari mereka, dan dengan cara itu “me- ngurangi jumlah anak”.

Tidak, Allah tidak melakukan apa pun tanpa tujuan yang direncanakan sebelumnya. Dia mengetahui awal dan akhir. Bah- kan, Dia adalah Sang Awal dan Akhir. Oleh karena itu, ketika se- seorang datang kepada-Nya dan diterima oleh-Nya, Dia sudah memiliki rencana dan kuasa untuk menangani orang itu sebagai seorang anak dan akhirnya membawa anak itu untuk taat ke- pada-Nya. Rencana ilahi ini termasuk disiplin, yang juga berlang- sung selama zaman Kerajaan.

Mengapa Allah menghukum dan mendisiplin anak-anak- Nya dengan cara ini? Segala sesuatu yang Dia lakukan terkait anak-anak-Nya dilakukan karena kasih-Nya. Maka, kita dapat yakin bahwa hukuman masa depan ini juga memiliki motif yang sama. Dia akan melakukannya demi kebaikan kita. Hukuman ter- hadap anak-anak Allah adalah untuk mematahkan kekerasan ke- pala dan keinginan memberontak pada diri mereka. Jika kita tidak menyerahkan diri kepada-Nya dalam hidup yang sekarang ini, Dia harus bertindak untuk memperbaiki masalah ini ketika Dia datang kembali kelak.

Dia akan melakukan semua itu agar kita belajar untuk taat, agar ketika masa kekal tiba kita akan siap. Ketika Kerajaan Seribu Tahun berakhir dan “masa kekal yang akan datang” dimulai, se- mua pemberontakan harus telah dibersihkan dari hati anak-anak Allah sehingga mereka dapat menikmatinya dengan bebas ciptaan baru. Allah tahu apa yang terbaik bagi kita. Saya yakin Dia sangat berduka bahwa anak-anak-Nya tidak mempersiapkan diri. Na- mun, dalam ketetapan ilahi-Nya Dia telah menyiapkan jalan un- tuk menolong kita sehingga pada akhirnya, kita akan siap.

BANYAK PUKULAN

Mari kita beralih sekarang ke bagian lain Alkitab, dalam Lukas pasal 12, dimulai dengan ayat 35. Ingatlah bahwa bagian ini juga diucapkan dalam konteks Kerajaan (lihat ayat 31):

“Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu te- tap menyala. Hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya pulang dari perkawinan, supaya ketika ia datang dan mengetuk pintu, segera dibuka pintu baginya.

Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya ber- jaga-jaga ketika ia datang. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka du- duk makan, dan ia akan datang melayani mereka. [Ini berbicara tentang pesta di Kerajaan]. Apabila ia datang pada tengah malam atau pada dini hari dan mendapati mereka tetap berjaga, berbaha- gialah mereka.” (Luk 12:35-38).

“Jawab Tuhan, ‘Jadi, siapakah pengurus rumah yang setia dan bijaksana yang akan diangkat oleh tuannya menjadi kepala atas semua hambanya untuk memberikan mereka jatah makanan pada waktunya? Berbahagialah hamba yang didapati tuannya me- lakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Tuannya itu akan memberi dia wewe- nang atas segala miliknya.’ [Ini berbicara tentang hal memerintah di Kerajaan.]

Namun, apabila hamba itu berkata di dalam hatinya: Tu- anku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba-hamba laki-laki dan hamba-hamba perempuan, dan makan minum dan mabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak di- sangkanya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan me- menggal dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang yang tidak setia.” [Terjemahan yang berbunyi “orang-orang tidak setia” itu tepat menurut Concordant Literal].

Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, teta- pi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak berbuat sesuai dengan kehendak tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. Namun, hamba yang tidak tahu, dan melakukan apa yang pan- tas mendatangkan pukulan, akan menerima sedikit pukulan. [...]” (Luk. 12:42-48).

Dalam teks ini kita mendapat penjelasan yang terang dan tidak terbantahkan tentang fakta bahwa ketika Yesus Kristus kem- bali, sebagian hamba-Nya akan dihukum. Hamba tertentu yang dibicarakan Alkitab di sini dihukum dengan banyak pukulan.

Kata-kata dalam versi New King James yang diterjemahkan se- bagai “memotong dia menjadi dua” (ayat 46) tidak berarti dipo- tong menjadi potongan-potongan tubuh tetapi berarti “dicambuk keras-keras”, menurut catatan tepi dalam Alkitab American Stan- dard Version.

Hukuman itu sebenarnya mengacu pada kondisi kulit di punggung yang terbuka karena luka akibat sabetan berulang kali dengan alat cambuk. Pukulan dan cambukan itu tentulah terjemahan yang benar karena Allah bukanlah semacam orang gila yang akan memutilasi orang menjadi potongan-potongan, tetapi Dia adalah Bapa yang penuh kasih yang akan mendisiplin anak-anak-Nya.

Apakah Tuhan benar-benar akan menghukum anak-anak- Nya dengan cara yang begitu keras? Anda bisa yakin bahwa Dia akan melakukan hal itu jika kita telah tidak setia dan tidak taat. Di- siplin yang akan diterima anak-anak yang memberontak itu keras dan berlangsung secara berkepanjangan. Itu akan terjadi selama zaman Kerajaan. Selanjutnya, hukuman itu adalah sesuatu yang tentu ingin dihindari dengan segala cara oleh setiap anak Tuhan yang bijaksana.

Meskipun saya tidak bisa memprediksi dengan pasti ben- tuk hukuman itu, sepertinya mungkin bahwa, seperti yang telah disebutkan, sebagian besar hukuman itu akan termasuk melihat dengan sangat jelas apa yang mereka telah lewatkan. Mereka yang tidak taat akan melihat orang lain menikmati upah Kerajaan se- mentara mereka sendiri ditinggalkan.

Di Lukas 13:28 Yesus memperingatkan tentang kemungkin- an “melihat Abraham, Ishak, dan Yakub, serta semua nabi di dalam Kerajaan Allah, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar”. Selagi mereka yang dikecualikan itu menunggu zaman Kerajaan selesai, mereka pasti akan memiliki waktu panjang untuk mengamati de- ngan sangat jelas gaya hidup mereka sebelumnya di dunia ini. Saya membayangkan bahwa hal itu akan menyebabkan kesedihan dan penderitaan yang besar dan berkepanjangan — “ratapan dan ker- tak gigi” — ketika mereka melihat betapa mudahnya untuk taat dan betapa banyaknya pertolongan Allah sebenarnya tersedia bagi mereka untuk mengatasi masalah itu jika saja mereka bersedia.

Meskipun sebagian orang ingin menyangkal kenyataan yang keras dan tidak menyenangkan ini dengan sekali lagi men- coba percaya bahwa orang yang dihukum tidak mungkin seorang Kristen, Alkitab menyatakannya dengan jelas bahwa yang dihu- kum itu adalah seorang percaya.

Kita dapat membaca ayat 45, “Namun, apabila hamba itu berkata di dalam hatinya: Tuanku tidak datang-datang”. Itu ada- lah hamba yang sama yang di ayat sebelumnya diberkati oleh Tu- han dan dijadikan penguasa atas rumah tangga-Nya. Tidak seha- rusnya ada keraguan bahwa hamba yang disebut dalam Alkitab itu adalah anak Allah, tetapi dia, pada akhir bagian itu, menjadi tidak taat.

Ya, Allah pasti akan menghukum anak-anak-Nya ketika mereka pantas mendapatkan hukuman itu. Baik dalam kehidup- an ini maupun dalam zaman Kerajaan yang akan datang, Dia akan memberi balasan kepada setiap orang menurut perbuatannya, en- tah itu baik atau jahat. Semua anak Allah harus mencerna pesan ini dengan serius.

Kolose 3:23-25, yang merupakan kata-kata yang ditulis un- tuk orang percaya, berbunyi, “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bu- kan untuk manusia. Kamu tahu bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima warisan yang menjadi upahmu. [Ini berarti mewarisi Kerajaan]. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya. Siapa saja yang berbuat salah akan menanggung kesalahannya itu, karena Tuhan tidak memandang muka.”

Saya telah menyatakan bahwa hukuman bagi orang perca- ya itu bersifat sementara — bahwa mereka akan dihukum “hanya” selama seribu tahun. Selama bertahun-tahun, banyak orang berta- nya apakah ada teks Alkitab yang membuktikan hal semacam itu. Apakah ada indikasi dalam Alkitab bahwa kemudian Allah akan memulihkan orang-orang itu dengan cara tertentu? Meskipun ti- dak ada referensi dalam Alkitab yang secara spesifik menyatakan hal itu, pemahaman itu dapat disimpulkan dengan kuat dari fak- ta bahwa ayat-ayat yang telah kita pelajari secara spesifik tentang Kerajaan yang akan datang. Lagi pula, kita tahu bahwa Kerajaan Allah di bumi ini akan berlangsung selama seribu tahun.

Selanjutnya, kita melihat di Wahyu 21:4 sesuatu yang sa- ngat menarik. Mari kita baca bersama-sama: “Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi. Tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.”

Secara signifikan, bagian ini dicatat setelah masa seribu ta- hun, yaitu pada awal “kekekalan” ketika Allah menciptakan langit dan bumi yang baru (lihat ayat 1). Saya ingin mengajukan gagasan untuk pertimbangan Anda bahwa tidak ada orang yang berpes- ta, memerintah, dan beristirahat bersama Yesus Kristus yang akan menangis atau merasa sakit. Mereka tidak akan merasa sedih. Me- reka sedang bersukacita dan merayakan hal besar.

Namun, di dalam teks itu kita melihat kelompok orang lain. Mereka sebelumnya menangis dan merasakan sakit dan ke- sedihan sehingga mereka membutuhkan perhatian dan penghi- buran khusus. Allah sendiri yang akan melakukan penghiburan itu untuk mereka, menghapus setiap tetes air mata mereka. Saya pikir tidak terlalu jauh untuk membayangkan bahwa orang-orang ini bisa saja mereka yang telah didisiplin oleh Bapa selama zaman Kerajaan, tetapi sekarang pada awal “kekekalan” sedang dipulih- kan dan dihibur.

Bagian Alkitab yang menarik lainnya ditemukan dalam Yudas ayat 8-13. Di situ, sang penulis menggambarkan sekelom- pok khusus orang yang biasa datang ke gereja. Mereka adalah orang Kristen yang menajiskan tubuh atau dengan kata lain ada- lah tidak suci secara seksual karena melakukan percabulan dan zina. Mereka “menolak otoritas”, dan kita dapat mengasumsikan itu berarti otoritas Yesus. Mereka mementingkan diri sendiri dan mereka merusak diri mereka sendiri seperti binatang (menurut terjemahan NIV). Mereka tidak menghasilkan buah yang baik, ha- nya melayani diri mereka sendiri dan bukan Tuhan, dan seharus- nya memiliki akal sehat untuk merasa malu tetapi ternyata tidak.

Mereka adalah orang-orang yang berpartisipasi dalam kegiatan gereja, tetapi tidak hidup dalam Kerajaan Allah saat ini. Dengan kata lain, mereka tidak tunduk pada pemerintahan Allah. Untuk mereka itulah tempat khusus disediakan, “kegelapan di luar”. Tempat itu sama dengan “kegelapan yang paling kelam” yang telah kita pelajari. Sementara beberapa versi mengatakan bahwa hukuman itu bersifat “selamanya” (ayat 13), teks aslinya dalam bahasa Yunani tidak mendukung pemahaman itu. “Sela- manya” biasanya merupakan terjemahan dari bahasa Yunani yang berarti “sampai zaman yang tak terhingga”, tetapi dalam ayat itu teks bahasa Yunaninya berbunyi “sampai zaman” (kata bendanya tunggal), bukan “sampai zaman yang tak terhingga”.

Maka, maknanya mengacu pada zaman Kerajaan yang akan datang dan bukan kekekalan. Penafsiran yang benar dari ayat itu juga mendukung pemikiran bahwa memang hukuman itu berlaku untuk periode waktu yang ditentukan sebelumnya dan terbatas. (Teks kuno yang paling andal tidak menyebutkan kerangka waktu dalam bagian yang paralel, yaitu 2 Petrus 2:17).

Saudara-saudari dalam Kristus, saya mohon kepada Anda demi kebaikan Anda sendiri, perhatikan dengan baik semua yang telah dikatakan di sini. Cara kita hidup hari ini memiliki konseku- ensi yang amat sangat penting.

Apa pun yang kita tabur adalah persis ganjaran yang akan kita tuai. Tidak ada orang yang akan mendapatkan perlakuan khusus atau lolos dari balasan yang adil yang mereka peroleh. Jika Anda atau saya tidak taat, kita akan dihukum oleh Tuhan ketika Dia datang kembali. Tidak hanya kita akan ditinggalkan dari pesta perkawinan itu, tetapi selama seribu tahun kita akan menderita di bawah disiplin yang adil oleh Allah.

Dengan mempertimbangkan hal-hal itu, marilah kita me- meriksa cara hidup kita secara menyeluruh untuk melihat apakah apa yang kita lakukan kini menyenangkan hati Tuhan. Dan jika kita menemukan bahwa semuanya itu tidak menyenangkan Dia, marilah kita bertobat demi Kerajaan-Nya. Sungguh sesuai dengan ajaran Alkitab bahwa kita hidup dengan bijaksana dan hati-hati di dunia ini agar kita dapat menyenangkan hati Tuhan kita.

Harta dan kenikmatan duniawi yang harus kita tolak hari ini sama sekali tidak layak dibandingkan dengan apa yang telah Tuhan sediakan bagi kita. Kehidupan kita di masa kini adalah singkat dan cepat berlalu. Sangatlah berharga jika menginvestasi- kan waktu kita di sini dengan bijak demi menerima kebahagiaan seribu tahun kelak.

Akhir bab 9

Baca bab-bab lain secara online:

Pendahuluan, Bab 1: “Datanglah kerajaan-mu

Bab 2: Dua “kerajaan”

Bab 3: Kronologi singkat

Bab 4: Hari tuhan

Bab 5: Pada mulanya

Bab 6: Amanat tuhan - kegagalan manusia

Bab 7: Kerajaan allah ada di antara anda

Bab 8: “Tuhan, tuhan”

Bab 9: Balasan yang setimpal

Bab 10: Pengampunan dan penghakiman

Bab 11: Anak laki-laki

Bab 12: Hidup dalam kemenangan

Bab 13: Kepemimpinan dan kerajaan allah

Bab 14: “Pekerjaan iman”

Bab 15: Kata-kata penghiburan, Kesimpulan

We are always looking to offer books in more languages.


Want to help us by translating or proofreading books?

How to volunteer