A Grain Of Wheat Ministries

Membaca Online
Datanglah Kerajaan Mu

PENGAMPUNAN DAN PENGHAKIMAN

Bab 10

Datanglah Kerajaan Mu, buku oleh David W. Dyer

PUBLIKASI MINISTRIES “A GRAIN OF WHEAT”

Oleh David W. Dyer

Diterjemahkan oleh L. Yunnita

DAFTAR ISI

Pendahuluan, Bab 1: “Datanglah kerajaan-mu

Bab 2: Dua “kerajaan”

Bab 3: Kronologi singkat

Bab 4: Hari tuhan

Bab 5: Pada mulanya

Bab 6: Amanat tuhan - kegagalan manusia

Bab 7: Kerajaan allah ada di antara anda

Bab 8: “Tuhan, tuhan”

Bab 9: Balasan yang setimpal

Bab 10: Pengampunan dan penghakiman (Bab saat ini)

Bab 11: Anak laki-laki

Bab 12: Hidup dalam kemenangan

Bab 13: Kepemimpinan dan kerajaan allah

Bab 14: “Pekerjaan iman”

Bab 15: Kata-kata penghiburan, Kesimpulan



Bab 10: PENGAMPUNAN DAN PENGHAKIMA

Dalam buku ini, kita telah menyelidiki berbagai ke- benaran mengenai Kerajaan Allah – baik aspek-aspek saat ini maupun pada masa Seribu Tahun yang akan datang. Di antara kebenaran-kebenaran itu ada fakta bahwa tidak semua anak-anak Tuhan hidup dengan cara yang akan memenuhi syarat untuk me- reka dapat berpartisipasi dalam pemerintahan Kerajaan yang akan datang oleh Kristus. Meskipun mereka akan “diselamatkan” dan bersama Tuhan dalam kekekalan, mereka tidak akan memasuki Kerajaan yang akan datang. Ringkasan singkat tentang hal-hal ter- sebut dapat ditemukan di kitab 2 Timotius, yaitu:

“[...] Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup de- ngan Dia; jika kita sabar, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita; jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya [di dalam kita].” (2Tim. 2:11-13).

Tuhan akan menghakimi umat-Nya (Ibr. 10:30). Tidak mungkin bagi Allah untuk menghakimi dunia secara adil, jika Dia tidak terlebih dahulu menghakimi rumah-Nya sendiri dengan benar. Faktanya, kitab suci dengan jelas mengungkapkan bahwa penghakiman akan dimulai dari rumah Allah (1Ptr. 4:17).

Saat ini kita hidup pada masa yang dikenal sebagai “zaman anugerah”. Dalam kebaikan-Nya yang luar biasa, Allah telah me- nangguhkan penghakiman-Nya. Dia mengabaikan dosa kita dan tidak memperlakukan kita seperti yang kita layak terima. Anugerah Allah adalah salah satu ciri utama dari zaman Gereja ini.

Sayangnya, banyak orang tertipu oleh hal itu. Mereka mu- lai membayangkan bahwa karena Tuhan kita tidak menghakimi dosa mereka hari ini, Dia tidak akan pernah melakukannya. Kare- na tidak merasakan penghakiman Allah jatuh atas mereka ketika mereka berdosa (selain, mungkin, suara hati yang terganggu), me- reka menganggap bahwa Allah tidak terlalu melihat atau peduli dengan apa yang mereka lakukan.

Yang mereka tidak mengerti adalah bahwa kebaikan Allah itu seharusnya membawa mereka kepada pertobatan (Rm. 2:4). Alih-alih menjadi tipuan sehingga mereka berpikir bahwa tidak akan pernah ada penghakiman, itu seharusnya membuat mereka lebih mengasihi Dia dan menyerahkan diri mereka sepenuhnya ke dalam tangan-Nya agar dosa di dalam mereka dapat dihapuskan. Mereka harus menggunakan anugerah Allah yang tersedia hari ini untuk bebas dari dosa mereka, bukan untuk terus berkubang di dalamnya. Kita telah mempelajari dalam buku ini beberapa kon- sekuensi buruk dari ketidaktaatan, yang merupakan ketidakper- cayaan. Di antaranya adalah: ditinggalkan dari Kerajaan Seribu Tahun Kristus (Mat. 25:1-14), dilemparkan ke dalam kegelapan di luar (Mat. 25:14-30), dan dihukum dengan banyak pukulan (Luk. 12:35-48). Seperti yang telah kita lihat, hukuman ini hanya untuk orang percaya, karena dijalankan di hadapan takhta penghakiman Kristus. Di tempat itu, kita bisa sangat yakin tidak akan ada orang tidak percaya hadir. Penghakiman ini sangat mendalam dan sa- ngat berkepanjangan.

Hal-hal seperti itu ditulis untuk kita agar kita memiliki rasa takut akan Tuhan yang sehat di dalam diri kita. Kita membaca, “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan [...]” (Ams. 1:7). Takut akan Tuhan adalah salah satu elemen terpenting dalam pengalaman Kristen yang sehat. Sangat penting bagi setiap orang percaya untuk memiliki pemahaman yang jelas bahwa hal-hal ter- kait Allah bukanlah permainan. Kita tidak percaya pada dongeng.

Hal-hal berharga dan kekal yang tersedia bagi kita sa- ngat penting dan mengabaikan hal-hal itu memiliki konsekuensi yang sangat serius. Penulis Perjanjian Baru mengajarkan tentang penghakiman yang akan datang secara khusus untuk tujuan menghasilkan rasa takut akan Allah di dalam diri kita.

Salah satu dari banyak contohnya dapat ditemukan di 2 Korintus 5:10 dan 11. Di situ, Paulus berbicara tentang pengha- kiman masa depan atas orang percaya. Kita dapat membacanya, “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya se- suai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat. Kami tahu apa artinya takut akan Tuhan, karena itu kami berusaha meyakinkan orang”.

Di situ kita membaca tentang sesuatu yang disebut “takut akan Tuhan”. Dari konteksnya, kita seharusnya menyimpulkan bahwa penghakiman itu bukan untuk orang tidak percaya, mela- inkan untuk orang Kristen. Maksudnya bukan tentang orang ber- dosa yang tidak percaya dilemparkan ke dalam lautan api (yang akan terjadi seribu tahun kemudian), melainkan tentang anak- anak Allah yang dihakimi oleh Bapa mereka.

Dalam hal ini, ada ruang untuk “ketakutan”. Kita harus memiliki dosis rasa takut yang kudus dan yang baik akan kon- sekuensi pemberontakan kita terhadap Dia dan perlawanan kita terhadap pekerjaan-Nya dalam hidup kita. Memahami hal ini, Paulus mengatakan bahwa dia melakukan yang terbaik untuk me- yakinkan orang-orang untuk bertobat dari kejahatan mereka saat ini lalu melayani Allah.

Rasa takut yang kudus akan Allah adalah unsur penting dalam kehidupan setiap orang percaya. Kita harus melayani Tu- han dengan “hormat dan takut akan Allah” (Ibr 12:28). Tanpanya, kita tidak akan maju secara rohani, tidak mencari Tuhan seperti yang seharusnya, dan hanya menipu diri sendiri.

Rasa takut akan Tuhan adalah hal yang sangat sehat. Itu akan membersihkan hidup kita. Itu akan membantu kita dalam masa ujian, penderitaan, dan kesakitan untuk bertahan dan berte- kun. Itu akan membuat kita mencari wajah Allah dengan segenap hati kita agar kita tidak menderita konsekuensi negatif di masa depan.

Mazmur 19:10 mengatakan bahwa “takut akan TUHAN itu suci”. Memang, hal itu benar-benar memiliki efek pembersihan yang menyucikan. Ketika kita takut akan Allah dengan cara yang benar, kita mengorientasikan hidup kita dengan pandangan pada takhta penghakiman-Nya. Kita mengasihi Dia dan menghormati Dia sehingga kita hidup dalam pelayanan yang taat kepada-Nya.

Kita semua harus memahami dengan jelas bahwa hukum- an yang diderita orang percaya baik hari ini maupun di masa de- pan (jika terus hidup dalam ketidaktaatan) adalah upaya perbaik- an. Ini berarti karena Allah mencintai semua anak-anak-Nya, Dia akan menggunakan cara dan metode untuk kebaikan mereka sei- ring dengan berjalannya waktu.

Meskipun jelas bahwa konsekuensi ketidaktaatan dalam masa Seribu Tahun sangat parah dan berlangsung lama, sebenar- nya kita benar-benar pantas mendapatkan hukuman yang lebih buruk. Jika bukan karena anugerah Allah dan kebaikan-Nya, kita semua akan dilemparkan ke dalam lautan api.

Namun melalui Yesus Kristus, kita telah menjadi anak- anak Allah dan oleh karena itu tidak akan terkutuk atau “terhi- lang” selamanya. Meski demikian, pasti kita akan didisiplin oleh Bapa Surgawi kita (Ibr. 12:6). Mereka yang tidak menanggapi di- siplin ini dalam kehidupan ini akan memerlukan perbaikan lebih lanjut ketika Yesus datang.

Meskipun ada banyak sekali ayat dalam Perjanjian Baru yang menunjukkan hal-hal itu dengan jelas, hukuman itu sendiri bukanlah topik yang umum dipahami atau diajarkan. Karena to- pik itu sangat baru bagi banyak orang, mungkin ada orang-orang yang salah paham karena konsep yang mereka percayai sebelum- nya menghalangi pemahaman mereka tentang kebenaran.

Banyak orang dalam Gereja saat ini tidak memiliki rasa takut akan Allah, tetapi sebaliknya hanya berpegang pada serang- kaian konsep yang merupakan separuh kebenaran dan kesalahpa- haman. Banyak orang yang hanya menekankan satu sisi dari Injil anugerah dan mengabaikan ayat-ayat yang tidak menyenangkan mereka. Anugerah Allah dan kebaikan Allah sering kali ditarik ke tingkat ekstrem sehingga tidak lagi merupakan kebenaran.

DARAH YESUS

Salah satu contoh pengajaran semacam itu di zaman mo- dern ini adalah tentang darah Yesus. Meskipun darah Yesus sangat berharga dan penulis buku ini tidak akan pernah berpikir untuk mengurangi kuasa dan efektivitasnya, saat ini ada beberapa kesa- lahan populer yang perlu diperbaiki mengenai topik ini. Sebagian orang menekankan satu bagian dari kebenaran dan mengabaikan bagian yang lain, sehingga menghasilkan pengajaran yang tidak seimbang dan, oleh karena itu, salah.

Contohnya: saat merenungkan Firman Allah, sebagian pengajar menjadi sadar bahwa Yesus mati untuk dosa seluruh du- nia. Dia mati satu kali saja dan mati untuk semua orang. Dalam satu tindakan penebusan itu, Yesus menumpahkan darah-Nya agar seluruh dunia dapat diselamatkan.

Dari situ, mereka menyimpulkan bahwa begitu kita “me- nerima Yesus” semua dosa kita diampuni – yang ada di masa lalu, yang sekarang, dan yang akan ada di masa depan. Mereka ber- pendapat bahwa karena penghakiman kita telah dijatuhkan pada Yesus, Allah tidak lagi bisa melihat dosa kita dan tidak mungkin menghakimi kita dengan cara apa pun. Karena Dia telah mati satu kali untuk semua orang, setiap dosa oleh setiap orang kini sudah diampuni. Mereka pun bersikeras bahwa kini yang harus dila- kukan manusia hanyalah semacam memberikan pengakuan atas fakta ini, atau dengan kata lain “percayalah” dan kemudian kita “diselamatkan” dan otomatis masuk dalam perjalanan ke surga.

Masalah dengan pandangan ini adalah bahwa itu hanya satu sisi. Setiap persamaan memiliki dua sisi. Setiap hubungan melibatkan lebih dari satu orang. Dan, begitu juga dengan peng- ampunan yang tersedia bagi kita melalui darah Yesus. Allah me- mang telah melakukan bagiannya. Dari sisi-Nya, itu sudah “sele- sai” (Yoh. 19:30).

Namun, masih ada bagian kita yang harus kita penuhi. Menurut Firman Allah, kita juga harus melakukan beberapa hal. Salah satunya yang paling jelas adalah bahwa kita harus bertobat. Jika kita tidak bertobat, Allah tidak akan mengampuni kita.

Kita diajarkan bahwa kita perlu “menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas” (Ibr. 10:22). Ini berarti bahwa kita harus tu- lus dalam penyesalan dan pertobatan kita. Ketika Allah melihat ketulusan kita, pengampunan pun disediakan dengan murah hati bagi kita. Jika kita tidak tulus, Dia juga tidak akan memberikan pengampunan itu.

Di bawah hukum Perjanjian Lama, Allah tidak menerima korban dari orang berdosa yang tidak bertobat. Jika seseorang sepenuhnya bermaksud untuk terus berdosa, tindakan pengor- banan sekadar membunuh binatang yang tidak bersalah itu tidak akan melepaskan mereka dari penghakiman yang adil di hadapan Allah. Dia justru menganggap mereka munafik. Demikian juga, pada masa sekarang ini orang yang tidak bertobat tidak akan di- ampuni. Meskipun jika mereka telah menerima Kristus mereka telah diselamatkan dari kebinasaan kekal, mereka tetaplah belum luput dari balasan setimpal yang akan Allah berikan kepada me- reka saat Dia datang. Ketika Anda merenungkannya dengan jujur, menjadi jelas bahwa di sisi kita, tidak mungkin semua dosa kita sudah diampuni. Salah satu alasannya adalah kita belum mela- kukan semua dosa kita, masih ada yang belum kita lakukan, se- hingga kita belum memiliki kesempatan untuk mengakuinya dan bertobat atasnya.

Hanya dengan pengakuan dan pertobatanlah jalan menuju pengampunan dibukakan. Dalam 1 Yohanes 1:9 kita memahami- nya, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” Kata “jika” di sini adalah faktor penting dalam persamaan yang ada. Pada sisi kita dalam hubungan yang ada, kita harus mengakui dosa kita untuk menerima pengampunan. Kemudian, pada sisi Allah, Dia melepaskan pengampunan-Nya yang luar biasa.

Kata “mengaku” di situ tidak hanya berarti mengakui bahwa kita melakukan kesalahan. Kata aslinya dalam bahasa Yu- nani secara harfiah berarti “berbicara bersama”. Ini menandakan bahwa kita setuju dengan pandangan Allah, satu suara, mengenai dosa kita serta mengenai penghakiman-Nya atas dosa itu. Pengha- kiman-Nya adalah: siapa pun yang berdosa layak mati.

Kata “mengaku” di situ tidak hanya berarti mengakui bahwa kita melakukan kesalahan. Kata aslinya dalam bahasa Yu- nani secara harfiah berarti “berbicara bersama”. Ini menandakan bahwa kita setuju dengan pandangan Allah, satu suara, mengenai dosa kita serta mengenai penghakiman-Nya atas dosa itu. Pengha- kiman-Nya adalah: siapa pun yang berdosa layak mati.

Hanya ketika kita setuju bahwa dosa kita sesungguh- nya menuntut kematian kita, kematian Yesus tersedia bagi kita. Pikirkan dengan perspektif ini: jika Anda tidak berpikir bahwa Anda layak mati, bagaimana mungkin perlu ada Seseorang untuk mati menggantikan Anda? Jika kematian Anda tidak diperlukan, mengapa seseorang lain perlu mengambil posisi Anda dalam ek- sekusi ini? Tanpa Anda layak mati, kematian Kristus tidak diper- lukan untuk kasus Anda. Alhasil, kematian-Nya tidak dapat ber- laku untuk Anda dan Anda tidak diampuni.

Dalam 1 Yohanes kita juga menemukan syarat “jika” la- innya yang juga penting. Kita membaca bahwa “Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, [...] dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari segala dosa” (1Yoh. 1:7). Di situ kita melihat bahwa ada kebutuhan lain di pihak kita jika kita ingin menerima pembersihan dari dosa kita, yaitu “hidup di dalam terang”.

Apa artinya hidup di dalam terang? Itu berarti bahwa se- hari demi sehari kita berjalan dalam persekutuan dengan Yesus dan menikmati kehadiran-Nya. Jika dan ketika kita berdosa, kita langsung sadar akan hal itu karena kita merasakan ketidaksetuju- an Allah melalui Roh-Nya. Setelah itulah, kita dapat bertobat dan menerima pengampunan.

Jika kita menolak untuk bertobat, dosa itu memutus perse- kutuan kita dengan Dia. Hubungan kita rusak dan kita tidak lagi hidup di dalam terang. “Jika” itu tidak lagi terpenuhi. Akibatnya, dosa kita tidak diampuni dan kita berada dalam bahaya pengha- kiman yang akan datang.

Ada ayat lain yang jelas menunjukkan bahwa kita memi- liki bagian yang harus dilakukan untuk menerima pengampunan. Ayat itu menuliskan bahwa jika kita tidak mengampuni orang lain yang berdosa terhadap kita, Allah tidak akan mengampuni kita (Mat. 6:14, 15).

Jika semua dosa kita sudah diampuni, bagaimana mung- kin dikatakan Allah tidak akan mengampuni kita? Sekali lagi, kita melihat bahwa pengampunan tidak bersifat otomatis dan uni- versal. Pada sisi kita dalam hubungan itu, kita perlu taat kepada Allah, mengampuni orang lain, dan bertobat atas dosa-dosa yang kita lakukan. Pada sisi-Nya, Dia memberi kita pengampunan yang penuh dan gratis.

Tentu saja, pengampunan tersedia untuk setiap dan semua dosa. Namun, sebagai anak-anak Allah yang bijaksana, kita tidak mencoba mengambil keuntungan dari situasi itu dengan berdosa sebanyak yang kita inginkan dengan harapan bahwa suatu saat nanti kita dapat bertobat, diampuni, dan lolos dari hukuman yang adil. Kita membaca, “Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi kurban untuk menghapus dosa itu. Sebaliknya, yang ada ialah pe- nantian akan penghakiman yang mengerikan” (Ibr. 10:26, 27).

Perhatikan, ketika kita munafik dan tidak sungguh-sung- guh bertobat, tetapi hanya mencoba memanfaatkan anugerah Allah, pengorbanan-Nya tidak lagi tersedia bagi kita. Bapa ti- dak akan membiarkan kita menyalahgunakan kebaikan-Nya dan mengambil keuntungan dari darah Anak-Nya yang berharga. Dia tidak akan pernah berpikir untuk memberi keringanan kepada mereka yang tidak memiliki sikap hati yang benar dari hukuman yang adil. Dosa-dosa itu belum berstatus “sudah diampuni” dan sebenarnya tidak akan diampuni.

Harus dikatakan di sini bahwa “sengaja berbuat dosa” ti- dak mengacu pada mereka yang sesekali berdosa, meskipun me- reka tahu itu salah. Kebanyakan waktu ketika kita berdosa, kita sudah tahu itu dosa. Namun setelahnya, kita merasa bersalah dan kita bertobat di hadapan Allah. Ayat itu tidak membahas situasi seperti itu. Namun, ada orang-orang yang bertahan di dalam dosa mereka. Mereka tahu kesalahannya tetapi mereka terus saja mem- berontak terhadap Allah.

Misalnya, mungkin hubungan berdosa mereka dengan anggota lawan jenis adalah sesuatu yang mereka cintai lebih da- ripada Allah. Mereka menolak untuk meninggalkannya. Mung- kin penggunaan narkoba atau minum-minum berlebihan lebih berharga bagi mereka daripada keintiman mereka dengan Yesus. Mereka bertahan dalam pemberontakan mereka. Bagi sebagi- an orang yang seperti itu, dosa mereka telah menjadi kebiasaan yang tertanam. Mereka dengan keras kepala menolak untuk ber- tobat dan mengarahkan hati mereka kepada Sang Pencipta untuk pengampunan. Bagi mereka, kehidupan hanyalah menunggu hari penghakiman.

Hanya Allah-lah yang tahu di mana batas-Nya. Hanya Dia yang tahu bagaimana cara kerja hati manusia. Hanya Dia yang tahu kapan kita telah mendorong melewati titik di mana pertobat- an tulus kita bukan lagi pilihan. Dia pasti sadar ketika kita telah bermain-main dengan kebenaran yang kekal, tidak menghargai- nya sebagai hal yang penting, dan mengeraskan hati hingga kita tidak lagi dapat bertobat dalam ketulusan dan kebenaran.

Apakah ada titik “telanjur” seperti itu? Yohanes, dalam su- ratnya, tampaknya menunjukkannya. Dia berkata, “Ada dosa yang mendatangkan maut” (1Yoh. 5:16). Selanjutnya, dia menunjukkan bahwa bahkan doa kita untuk orang semacam itu pun tidak akan efektif. Esau adalah kasus seperti itu. Dia menjual hak kesulung- annya demi kepuasan indrawi yang sementara. Dalam situasinya, bentuknya adalah makanan, tetapi ada banyak hal yang serupa dalam dunia kita yang jahat saat ini. Merujuk pada Esau, penu- lis Ibrani secara khusus menyebutkan dosa percabulan (ayat 16). Setelah itu, Esau mencari pertobatan dengan air mata tetapi tidak dapat menemukannya (Ibr. 12:17).

Berapa banyak anak-anak Allah saat ini berada dalam ke- adaan seperti itu? Mereka telah melawan Allah dan hati nurani mereka begitu lama sedemikian rupa sehingga tiba pada satu titik ketika mereka bahkan tidak lagi mampu bertobat dengan tulus. Mereka telah menyalahgunakan anugerah Allah begitu lama se- hingga anugerah itu tidak lagi memiliki efek. Mereka hanya memi- liki “penantian akan penghakiman yang mengerikan” (Ibr. 10:27).

Lebih lanjut dalam pasal yang sama kitab Ibrani (10:28- 31), kita membaca, “Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi. Bayangkan betapa lebih beratnya hukuman yang ha- rus dijatuhkan atas orang yang menginjak-injak Anak Allah dan menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan menghina Roh anugerah! Sebab kita mengenal Dia yang berkata, ‘Pembalasan adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pemba- lasan.’ Dan lagi, ‘Tuhan akan menghakimi umat-Nya.’ Ngeri be- nar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup.”

Bahwa ayat-ayat itu berbicara tentang orang percaya ada- lah jelas. Orang-orang itu telah “dikuduskan” oleh darah. Hanya orang Kristen yang lahir baru yang dikuduskan. Juga, kita mem- baca bahwa Tuhan akan menghakimi “umat-Nya”.

Tolong jangan abaikan kebenaran penting ini. Jangan mem- buat kesalahan dengan mencoba melarikan diri dari konsekuensi ketidaktaatan yang jelas dengan menyalahgunakan ayat-ayat ini dan menerapkannya untuk orang tidak percaya. Terus-menerus berdosa padahal Anda tahu itu salah adalah menghina Roh Allah, meremehkan nilai darah perjanjian dengan mencoba menyalahgu- nakannya, dan menginjak-injak Yesus beserta pengorbanan-Nya untuk Anda dengan kaki Anda.

Namun, sebagian orang mungkin berpendapat, “Apa hu- kuman yang lebih buruk daripada kematian yang disebutkan da- lam ayat itu?” Untuk menjawabnya, izinkan saya menceritakan sebuah kisah.

Saya dan istri saya pernah mengikuti perjalanan singkat kapal misi ke Haiti. Karena mereka yang melakukan pekerjaan misi memang kadang melakukan perjalanan naik kapal, sesekali topik mabuk laut muncul. Mereka yang baru bergabung dengan misi, termasuk saya, sering khawatir akan mengalami mabuk laut, dan jika hal itu terjadi, khawatir akan seberapa buruk pengalaman itu.

Salah satu orang yang membantu di sana, yang telah ber- pengalaman panjang dalam hal perjalanan di laut, menjelaskan- nya dengan cara ini. Dia berkata: “Ada tiga tahap mabuk laut. Ta- hap pertama adalah ketika Anda mulai merasa mual, wajah Anda berubah menjadi hijau, dan Anda mulai muntah. Tahap kedua adalah ketika Anda merasa sangat buruk sehingga Anda berpikir akan mati. Tahap ketiga adalah ketika Anda mulai takut bahwa Anda tidak akan mati dan kondisi yang buruk itu akan berlanjut selamanya.”

Anda tentu tahu bahwa ada hal-hal yang lebih buruk da- ripada kematian. Salah satu hal tersebut adalah penderitaan yang tampaknya tidak pernah berakhir. Seribu tahun adalah waktu yang lama dan saya yakin tidak ada orang yang akan menikmati hukuman yang Allah akan berikan kepada anak-anak-Nya yang tidak taat. “Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup.” (Ibr. 10:31).

Kesalahan lain mengenai darah Yesus berkata: “Karena kita telah menjadi Kristen, Allah tidak lagi melihat dosa kita. Kita sepenuhnya tertutup oleh darah sehingga Bapa tidak lagi tahu ke- tika kita berdosa, tetapi hanya melihat Yesus”.

Itu adalah kebodohan yang mutlak. Tidak ada dasar Alki- tabiah untuk itu. Sebaliknya, Alkitab mengajarkan hal yang ber- lawanan. Kita dapat membacanya: “Segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia yang kepada-Nya kita harus membe- rikan pertanggungjawaban” (Ibr 4:13). Setiap hal yang kita laku- kan, katakan, atau pikirkan sangat jelas dan nyata bagi Tuhan kita. “Segala sesuatu” terlihat jelas oleh-Nya. Kita juga diajar: “Mata TUHAN ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik” (Ams. 15:3), dan Allah “mengerti pikiran kita dari jauh” (Mzm. 139:2).

Saudara-saudara terkasih, kita harus hidup dengan meng- hadap ke takhta penghakiman itu. Kita harus hidup dan berjalan dalam terang wajah-Nya sehingga setiap sikap, tindakan, dan kata- kata kita terbuka untuk pemeriksaan dan persetujuan-Nya. Me- mang benar ketika kita mengaku dan bertobat dari dosa-dosa kita, dosa itu dihapus selamanya. Namun, adalah sama benarnya bahwa dosa itu tidak akan dihapus jika kita tidak menyesal dan bertobat.

Pengampunan dosa tersedia melimpah bagi setiap orang percaya. Itu adalah salah satu kebenaran paling mendasar yang diungkapkan dalam Alkitab. Sebagai anak-anak Allah, adalah hak istimewa kita untuk datang di hadapan-Nya, mengaku dosa kita dalam pertobatan sejati, dan menerima pengampunan yang kekal. Tidak satu pun dari sekian banyak dosa kita yang diam- puni dengan cara seperti itu akan diingat oleh Allah. Semuanya itu dihapus selamanya sejauh timur dari barat (Mzm. 103:12). Di hadapan takhta penghakiman-Nya, dosa seperti itu tidak akan di- perhitungkan lagi. Kita dapat memiliki kepercayaan penuh akan fakta itu dan meletakkan hati nurani kita pada kasih karunia-Nya yang kekal.

Oleh karena itu, saudara-saudara terkasih, marilah kita terus-menerus datang ke hadapan takhta Allah dan bertobat atas dosa-dosa kita sebelum terlambat. Marilah kita mengambil tawar- an rahmat dan kasih karunia-Nya dengan serius dan merendahkan hati kita di hadapan-Nya selagi masih “hari ini” (Ibr. 3:13). Allah mengasihi kita. Dia telah mengutus Anak-Nya untuk mati meng- gantikan kita. Jika kita lemah, Dia akan menolong kita. Saat kita merasa tidak mampu, Dia dapat menguatkan kita untuk melaku- kan kehendak-Nya. Kegagalan dan kelemahan kita tidak boleh menjadi alasan untuk tidak mencari kehendak dan kasih karunia Allah dengan segenap hati kita.

Saat kita berjalan bersama Dia dalam persekutuan yang intim, kita pasti selalu cepat bertobat untuk apa pun yang Dia tunjukkan bertentangan dengan sifat kudus-Nya. Pertobatan kita akan membuka jalan bagi kehidupan-Nya untuk mengalir dalam diri kita dan melalui kita untuk membersihkan kita. Bukan hanya Allah akan dengan lepas mengampuni kita, tetapi Dia juga akan bekerja untuk mengubah kita dari segala keadaan diri kita sendiri menjadi seluruh keadaan-Nya sendiri. Itu adalah janji yang indah, dan bagi kita juga sebuah kebebasan besar. Kita dapat diampuni dan dibebaskan dari dosa.

MEMAHAMI KERAJAAN

Semoga bab ini dapat membantu pembaca dalam mema- hami rencana dan tujuan Allah dengan cara yang lebih jelas. Tanpa wahyu seperti itu, mudah menjadi sangat bingung ketika menco- ba memahami beberapa ayat Alkitab.

Misalnya, sebagian orang telah salah mencoba menerap- kan banyak ayat tentang Kerajaan pada topik kehidupan kita yang kekal. Karena tidak menyadari posisi Kerajaan Seribu Tahun da- lam rencana Allah, mereka mencoba memahami banyak ayat yang disebutkan dalam bab ini dari perspektif kehidupan kekal kita. Karena perspektif itu, mereka telah merancang teologi yang sa- ngat tidak aman dan membingungkan.

Setelah membaca ayat-ayat tentang penghakiman dan hu- kuman, mereka telah cukup jujur untuk mengakui bahwa semua itu pasti berlaku bagi orang percaya. Namun, tanpa menyadari kebenaran tentang Kerajaan, mereka telah terdorong untuk meng- anggap bahwa anak Allah dapat kehilangan hidup kekalnya.

Banyak dari pengajar-pengajar yang demikian juga meli- hat kebutuhan besar akan adanya takut akan Allah. Bagi mereka, pandangan “sekali selamat, tetap selamat” tampaknya menghi- langkan seluruh unsur takut akan Tuhan, dan dengan demikian menghilangkan sebagian besar motivasi kita untuk menghindari kenikmatan dunia dan dosa. Jadilah mereka mengutip beberapa ayat itu untuk mencoba membuktikan bahwa sebagian anak Allah akan terhilang. Namun, banyak ayat yang digunakan para penga- jar penganut paham “kehilangan keselamatan” untuk membukti- kan ajaran mereka sebenarnya adalah ayat-ayat tentang Kerajaan yang akan datang.

Seperti yang telah disebutkan, takut akan Tuhan itu pen- ting. Itu adalah unsur yang tampaknya sebagian besar hilang dari Gereja zaman kita. Itu adalah sesuatu yang sangat perlu dipulih- kan di antara umat Allah. Namun, untuk membantu orang percaya mengenal ketakutan ini, kita harus mengajarkan apa yang benar. Doktrin apa pun yang bukan kebenaran tidak memiliki kekuatan untuk benar-benar mengubah hati para pendengar.

Sebagai contoh, sebagian orang mengajarkan bahwa orang percaya dapat kehilangan hidup kekal mereka jika mereka berdo- sa. Namun, orang Kristen yang berdosa sering memiliki penga- laman yang tidak sesuai. Hati nurani mereka mengganggu mere- ka, mungkin sangat intens pada saat-saat tertentu, tetapi mereka tidak merasa “terhilang”. Mereka masih merasakan bentuk-ben- tuk kehadiran Allah dalam roh mereka. Meskipun mereka mung- kin percaya dengan pikiran mereka bahwa mereka telanjur terhi- lang, hati mereka mengatakan sesuatu yang berbeda.

Meskipun mereka tahu apa yang mereka lakukan itu salah, mereka sering menghibur diri mereka sendiri bahwa Allah belum meninggalkan mereka sepenuhnya. Pengajaran yang mereka teri- ma dan pengalaman mereka tidak cocok. Takut akan Tuhan yang sejati tidak dihasilkan dengan cara itu.

Masalah lain yang dihadapi dalam pengajaran bahwa hi- dup kekal kita dapat hilang karena dosa adalah: berapa banyak dosa yang diperlukan? Seberapa “jahat” dosa itu atau berapa banyak dosa yang harus kita lakukan sebelum kita benar-benar terhilang? Tampaknya, itu haruslah dosa yang benar-benar jahat atau jumlahnya sangat besar agar memenuhi “syarat” untuk ha- sil yang mengerikan seperti itu. Itu kemudian membuat mereka yang memiliki sedikit saja dosa atau tidak melakukan hal yang jelas-jelas berdosa, padahal benar-benar menentang Tuhan dalam banyak aspek kehidupan mereka, bebas dari penghakiman.

Mereka tidak taat, tetapi tidak dengan cara yang cukup je- las hingga orang lain benar-benar menyadarinya. Mungkin orang- orang terdekat mereka menyadari ada masalah, tetapi sebagian besar orang percaya lain yang mereka kenal menganggap mereka baik-baik saja.

Jenis pengajaran itu hanya menyentuh jenis dosa yang paling jelas di luar tetapi tidak menembus ke dalam hati dan ti- dak menuntut penyerahan diri penuh kepada Sang Raja. Itu tidak menghasilkan takut akan Tuhan yang sejati. Banyak anggota Ge- reja yang percaya “kehilangan keselamatan” hidup sarat dengan gosip, kebohongan, nafsu, perselisihan, iri hati, keluhan, kebenci- an, cemburu, kemarahan, kesombongan, dan banyak hal lain se- perti itu. Namun, tidak ada yang percaya atau mengajar bahwa anggota-anggota Gereja itu telah kehilangan keselamatan mereka.

Pengajaran tentang kehilangan hidup kekal dimaksudkan untuk menghasilkan bentuk penghormatan kepada Allah yang akan membersihkan kehidupan para penganutnya. Namun berda- sarkan pengalaman saya, yang terjadi tidaklah demikian. Jika kita jujur membandingkan jumlah dosa yang ada di antara gereja-gere- ja yang percaya pada keamanan kekal dengan mereka yang tidak, saya pikir hasilnya akan sama.

Jika kita dapat mengesampingkan faktor-faktor eksternal seperti gaya berpakaian atau praktik-praktik yang tampak permu- kaan, dosa-dosa dalam hati terbukti ada dalam jumlah yang sama di kedua jenis kelompok tersebut. Manusia pada dasarnya sama di setiap jenis lingkungan.

Faktor lain yang berpengaruh dalam diskusi ini adalah ka- runia Allah. Ketika kita melayani orang lain dengan mengguna- kan karunia rohani yang telah diberikan Tuhan kepada kita, sering kali ada rasa yang kuat akan pengurapan dan kehadiran-Nya.

Ketika kita berdosa, atau hidup dalam dosa yang diketa- hui, pengurapan dalam karunia kita tidak selalu diambil. Mari kita ambil contoh pada seorang pengkhotbah yang juga memiliki karu- nia penyembuhan. Ketika dia berkhotbah, dia merasakan pengu- rapan yang kuat pada kata-katanya dan banyak orang disembuh- kan melalui pelayanannya.

Kemudian, mari kita asumsikan bahwa saudara kita itu ja- tuh ke dalam dosa. Dia mulai memiliki hubungan seksual dengan salah satu anggota gereja yang bukan pasangannya. Tentu saja, hati nuraninya menuduh dirinya.

Namun, ketika dia naik ke mimbar untuk berkhotbah, pengurapan itu tetap ada. Dia masih “merasakan” kehadiran Allah dalam penggunaan karunia pelayanannya. Mungkin bebe- rapa orang masih mendapatkan penyembuhan. Jadi, dia menghi- bur dirinya dengan fakta itu. Dia tidak terhilang. Allah tidak me- ninggalkannya. Mungkin, dia bahkan menganggap dosanya itu tidak terlalu buruk atau justru “diperbolehkan oleh Allah” karena posisi, keadaan, atau “kebutuhan” khususnya. Tentu saja semua itu adalah kebohongan, tetapi memang mudah untuk menipu diri sendiri, terutama ketika doktrin kita itu sendiri salah sejak awal- nya.

Sementara sebagian orang mungkin bersikeras bahwa sia- pa pun yang hidup dalam dosa yang diketahui tidak dapat menga- lami kuasa dalam area karunia mereka, pengalaman banyak orang percaya selama bertahun-tahun menceritakan kisah yang berbeda. Banyak hamba Allah, pria maupun wanita, menemukan diri me- reka dalam posisi seperti itu. Mereka telah jatuh ke dalam dosa tetapi masih tahu bahwa sampai batas tertentu Allah belum me- ninggalkan mereka. Karunia mereka masih “berfungsi”. Mereka masih merasakan pengurapan. Alhasil, mereka berpegang pada pengalaman mereka dan mencoba membenarkan diri sendiri da- lam pikiran dan hati mereka.

Yang dibutuhkan dalam kasus ini adalah Injil Kerajaan. Saudara-saudari ini sangat perlu mengetahui kebenaran. Allah tidak bisa dipermainkan (Gal. 6:7). Mereka tidak dapat terus “me- layani Tuhan” sambil hidup dalam dosa yang diketahui. Mere- ka akan menuai persis dengan apa yang mereka taburkan ketika Yesus datang. Kecuali mereka bertobat, mereka akan diadili untuk hal-hal itu dan dihukum oleh Bapa surgawi mereka untuk itu.

Buku ini tidak bermaksud untuk mencoba membahas topik keamanan kekal secara intensif atau lengkap. Namun, ha- rapan saya adalah bahwa melalui buku ini banyak pembaca akan memiliki pencerahan baru untuk menafsirkan Alkitab secara jelas dan sebagai suatu kesatuan pesan yang utuh. Untuk pemahaman yang lebih baik tentang gambaran lengkap itu, saya ingin mereko- mendasikan buku saya, Dari Kemuliaan ke Kemuliaan, yang meng- kaji secara lebih perinci topik keselamatan.

Yang akan membuat orang percaya takut akan Allah ada- lah dosis kebenaran-Nya yang baik, yang diberitakan di bawah pengurapan Roh Kudus. Betapa kita sangat membutuhkan wah- yu dari para rasul Perjanjian Baru mengenai Kerajaan Allah dan penghakiman-Nya yang akan datang atas umat-Nya.

Injil Kerajaan adalah sesuatu yang dipahami dengan baik oleh gereja-gereja di zaman Paulus. Kita akan hidup dengan lebih baik jika kita mempraktikkan dan memberitakannya juga.

Akhir bab 10

Baca bab-bab lain secara online:

Pendahuluan, Bab 1: “Datanglah kerajaan-mu

Bab 2: Dua “kerajaan”

Bab 3: Kronologi singkat

Bab 4: Hari tuhan

Bab 5: Pada mulanya

Bab 6: Amanat tuhan - kegagalan manusia

Bab 7: Kerajaan allah ada di antara anda

Bab 8: “Tuhan, tuhan”

Bab 9: Balasan yang setimpal

Bab 10: Pengampunan dan penghakiman (Bab saat ini)

Bab 11: Anak laki-laki

Bab 12: Hidup dalam kemenangan

Bab 13: Kepemimpinan dan kerajaan allah

Bab 14: “Pekerjaan iman”

Bab 15: Kata-kata penghiburan, Kesimpulan

We are always looking to offer books in more languages.


Want to help us by translating or proofreading books?

How to volunteer