PUBLIKASI MINISTRIES “A GRAIN OF WHEAT”
Oleh David W. Dyer
Diterjemahkan oleh L. Yunnita
Kita telah menyelidiki kemungkinan yang luar biasa dalam hal hidup yang menang atas musuh. Kita telah melihat ba- hwa di dalam Tubuh Kristus saat ini ada ribuan pria dan wanita yang oleh kuasa Allah berhasil dalam menolak godaan dan berta- han melalui banyak kesukaran.
Dengan demikian, mereka memanifestasikan kemenangan Yesus kepada alam semesta yang menyaksikan. Namun, bagaima- na agar kita juga dapat hidup dengan cara yang sama? Bagaimana agar kita juga dapat menunjukkan kepada segala pemerintah dan kuasa hikmat Allah yang beragam itu?
Sebagian orang berpikir bahwa kemenangan mereka atas kekuatan-kekuatan jahat yang tak terlihat adalah urusan pepe- rangan rohani. Di gereja-gereja saat ini, peperangan rohani adalah topik yang sangat populer. Banyak orang menulis buku, menga- dakan seminar, dan sangat berfokus pada aspek kehidupan Kris- ten yang satu ini.
Sayangnya, tampaknya banyak dari hal-hal yang diajarkan itu – meskipun mereka yang mengajarkan tidak diragukan lagi memiliki niat baik – mengandung berbagai kesalahpahaman, bah- kan kesalahan.
Kita telah membahas topik itu sebelumnya dalam Bab 5. Di sana, kita mempelajari kemungkinan bahwa malaikat yang jatuh bukanlah jenis makhluk yang sama seperti Setan/Iblis. (Jika Anda belum membaca atau tidak ingat bab tersebut, silakan lihat kem- bali sekarang sebelum melanjutkan membaca.) Karena keduanya tidak sama, peperangan kita dengan mereka dan kemenangan atas mereka pun berbeda.
Salah satu taktik yang tampaknya sangat populer hari ini di antara beberapa kelompok adalah “mengikat” Iblis. Oh, betapa banyaknya embusan napas, teriakan yang sekuat tenaga, dan usa- ha emosional yang telah dilakukan demi “mengikat Iblis ke sisi jurang”.
Namun anehnya, Iblis tampaknya masih lepas. Sepertinya dia masih dapat beroperasi seperti biasa. Jika kita jujur pada diri kita sendiri, kita harus mengakui bahwa dia sama sekali tidak “ter- ikat”. Dunia ini sama jahatnya, bahkan telah menjadi lebih jahat, daripada sebelumnya. Segala jenis perang dan kejahatan masih terlihat. Orang Kristen masih diserang dan masih dihadapkan de- ngan setiap jenis ujian dan godaan.
Mari kita pikirkan hal ini dengan logis dan jujur. Jika “mengikat Iblis” dan malaikat-malaikatnya benar-benar efektif, se- tiap orang tentu harus serius terlibat dalam urusan itu. Jika keme- nangan atas Iblis adalah urusan sederhana yang dapat kita lakukan dengan berteriak atau berdoa ke arah dirinya, marilah kita dengan segala cara mengumpulkan saudara-saudari yang paling rohani di dunia dan “berdoa” dengan cara itu siang dan malam, sampai ti- dak ada satu pun pemerintah atau kuasa jahat yang tersisa.
Kemudian setelah itu, kita dapat melanjutkan pekerjaan memberitakan Kerajaan Allah tanpa halangan. Sebaliknya, jika hal itu sebenarnya tidak efektif dan hanya membuang-buang waktu, bahkan merupakan pengalihan dari kemenangan yang sejati, mari kita melanjutkan langkah untuk mencari solusi yang lebih baik.
Nah, jika kuncinya bukanlah “mengikat” Iblis, bagaimana kita seharusnya bertarung dengan jenis kekuatan jahat itu? Bagai- mana kita dapat menang atas mereka?
Untuk memahami jawabannya, kita harus terlebih dahu- lu mengamati kehidupan Yesus. Dia adalah Pribadi yang telah mengalahkan musuh. Dia adalah Pribadi yang telah melangkah sebelum kita dan menang. Bagaimana cara Dia melakukannya? Bagaimana hingga Dia berhasil sepenuhnya mengalahkan Setan?
Jawabannya di sini tampaknya sangat sederhana, teta- pi sangat mendalam. Yesus mengalahkan Setan dengan cara hidup dengan kehidupan Bapa sendiri. Melalui kemurnian kehi- dupan-Nya, Dia melawan musuh dan menolak semua godaannya. Kehidupan-Nya dalam kemenangan itu mencapai puncaknya pada titik kematian-Nya di kayu salib. Itulah cara Yesus menga- lahkan Setan.
Secara signifikan, tidak ada teriakan yang dilakukannya. Tidak ada pula jenis-jenis doa tertentu yang secara khusus. Seba- liknya, kemenangan itu adalah hasil dari kehidupan yang rendah hati, mengosongkan diri sepenuhnya, yang diserahkan kepada Bapa. Pada akhirnya, Yesus disalibkan dan di sanalah Dia mem- perlihatkan kemenangan total-Nya atas musuh.
Perhatikan saja, selama kehidupan Yesus di bumi ini, setan melontarkan segala taktik dan senjata yang dia miliki kepada-Nya. Yesus dicobai dalam setiap aspek kehidupan-Nya. Di padang gu- run Dia dicobai dengan lapar dan haus; bahkan dengan semua hal “agung” dari kerajaan Setan.
Kemudian, Dia dijatuhi tuduhan yang salah. Dia difitnah, diolok-olok, diusik, diancam, dan ditolak oleh banyak orang. Para pemimpin agama pada zaman-Nya tidak hanya menolak kata- kata-Nya, tetapi juga berusaha untuk membunuh-Nya. Semua orang yang berada di bawah cengkeraman Setan dan di dalam kendalinya dipakainya untuk mencoba menyebabkan Yesus mela- kukan atau mengatakan sesuatu yang salah.
Bahkan, para pengikut Yesus sendiri dipakai Setan sebagai bagian dari strategi itu (Mat. 16:23). Seluruh upaya setan adalah mencoba segala sesuatu yang biasanya menyebabkan manusia berdosa. Dia mencoba menciptakan situasi yang membuat manu- sia biasa akhirnya menjadi marah, mengatakan sesuatu yang cero- boh atau salah, menjadi sinis, mulai membenci, menjadi putus asa, atau dengan cara lain menunjukkan sifat-sifat kejatuhan.
Setan memanfaatkan seluruh isi gudang senjatanya. Na- mun, tidak ada yang berhasil. Secara menakjubkan, Yesus meno- lak setiap cobaan itu tanpa berdosa. Dia adalah Manusia pertama yang sama sekali tidak terpengaruh oleh kekuatan setan. Hawa bertahan di bawah tipuan Iblis mungkin hanya selama sekitar 5 atau 10 menit. Yesus hidup sempurna dan tidak pernah dipenga- ruhi oleh tipuan Iblis dengan cara apa pun.
Akhirnya, dalam keputusasaan, Lusifer bekerja melalui pelayan-pelayannya untuk membunuh Yesus. Yesus tidak hanya dibunuh, tetapi juga dihukum mati dengan cara yang paling me- ngerikan, menyakitkan, dan memalukan. Namun di sepanjang seluruh deraan dan siksaan itu, melewati semua rasa sakit dan ter- hina itu, Yesus tidak pernah menyerah. Dia tidak pernah menga- takan satu kata pun atau melakukan satu hal pun yang jahat. Dia bahkan tidak pernah mengeluarkan satu pun sikap atau ekspresi wajah yang egois atau berdosa.
Allah dipermuliakan; ada seorang Manusia yang menga- lahkan Iblis! Bagaimana cara Dia melakukannya? Dia melaku- kannya dengan tetap setia kepada Bapa melewati segala sesuatu, bahkan “sampai mati” (Flp 2:8), dengan tidak pernah memberi- kan “tempat” (Ef. 4:27) kepada setan, dan dengan menolak untuk membiarkan keadaan dan kesulitan-Nya menyebabkan Dia ber- buat dosa.
Dalam setiap situasi, Dia membiarkan Bapa hidup di da- lam diri-Nya dan melalui-Nya. Dia menyerahkan diri-Nya sepe- nuhnya kepada Allah dan membiarkan-Nya memerintah atas se- tiap aspek keberadaan-Nya. Dengan demikian, Dia menang. Dia meraih kemenangan.
BAGAIMANA CARA HIDUP DALAM KEMENANGAN
Kehidupan Yesus yang tidak mengandung kecemaran sama sekali menjadi perenungan yang mengagumkan bagi kita. Karakter dan kesucian-Nya yang tak bernoda adalah dorongan dan inspirasi yang besar. Namun, terlalu banyak orang percaya puas hanya dengan mengetahui bahwa Yesus telah menang. Me- reka bersukacita dalam apa yang telah Dia lakukan, tetapi tidak menyadari bahwa hal itu memiliki implikasi penting bagi diri me- reka sendiri.
Apa yang mereka gagal pahami adalah bahwa kita juga harus mengalami kemenangan yang sama dalam kehidupan kita sehari-hari. Tidak cukup bahwa Yesus telah menang dan naik ke surga. Kita juga diminta oleh Allah untuk mengikuti Dia dalam jalan kemenangan ini.
Maka, pertanyaannya kini adalah bagaimana kita juga da- pat “menang” dan hidup dalam kemenangan seperti itu? Bagaima- na kita dapat mengalahkan Iblis dan memanifestasikan Kerajaan Allah di dunia ini? Bagaimana kita dapat “melakukan peperangan rohani” yang efektif?
Untuk memahami semua itu dengan jelas, kita harus ter- lebih dahulu mendapatkan pewahyuan yang paling mendasar. Pewahyuan itu adalah bahwa begitu kita menerima kehidupan kekal, di dalam diri kita ada dua “kehidupan”. Kita memiliki ke- hidupan alamiah yang lama yang kita warisi dari Adam, serta kita memiliki kehidupan supernatural/rohani yang baru yang kita te- rima dari Bapa. Kehidupan baru dari Allah itulah yang memiliki sifat kudus yang kita perlukan untuk menang. Hanya kehidupan Allah yang Dia berikan kepada kita dalam Kristus Yesuslah yang dapat melawan musuh. Sebanyak apa pun usaha kita, sehebat apa pun tingkat penyerahan diri kita, sekuat apa pun intensitas sema- ngat kita, kita tidak akan menang dalam peperangan itu dari diri kita sendiri. Hanya kehidupan Allah-lah yang menjadi kemenang- an itu bagi kita.
Di sisi lain, sama pastinya, kehidupan alamiah lama kita pasti selalu gagal. Manusia alamiah yang memanifestasikan sifat dosa akan selalu menyerah pada godaan dan cobaan musuh. Sama seperti Adam dan Hawa jatuh dengan begitu cepat dan mudah, kehidupan alamiah yang kita warisi dari mereka tidak bisa dan tidak akan pernah lulus ujian.
Oleh karena itu, untuk menang kita perlu belajar hidup dengan kehidupan baru yang kita miliki dari Allah. Sama seperti Yesus tidak hidup dengan kehidupan manusiawi-Nya tetapi hi- dup oleh Bapa (Yoh. 6:57), demikian pula kita harus belajar untuk “hidup dalam hidup yang baru [yang dari Allah]” (Rm. 6:4).
Yesus pun memiliki kehidupan alamiah yang Dia warisi dari Maria, tetapi Dia juga menerima kehidupan supernatural/ro- hani dari Bapa-Nya. Maka, di dalam diri-Nya Dia juga memiliki kedua kehidupan ini.
Namun, Dia secara konstan selalu memilih untuk hidup dengan kehidupan Sang Pencipta. Dia senantiasa memilih untuk membiarkan kehidupan Allah mendominasi setiap pikiran, sikap, perkataan, dan tindakan-Nya. Dia berkata, “Apa yang Aku ka- takan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan peker- jaan-pekerjaan-Nya” (Yoh. 14:10). Semua perkataan dan pekerja- an Yesus adalah hasil dari manifestasi kehidupan Allah di dalam diri-Nya.
Dengan cara yang sama, kita juga dapat hidup “oleh Bapa” (Yoh. 6:57). Kita memiliki kemungkinan untuk hidup seperti Yesus, bukan dengan kehidupan alamiah kita sendiri melainkan dengan kehidupan Allah di dalam kita. Yesus yang sama yang mengatasi setan dalam setiap aspek kehidupan, yang menolak godaan bah- kan sampai mati, sekarang hidup di dalam diri setiap orang per- caya.
Tidak masalah jika kita lemah. Tidak masalah sebesar atau sekecil apa pun kapasitas pribadi kita. Allah semesta alam hidup di dalam kita dan Dia telah menang. Yang kita butuhkan hanyalah menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada-Nya. Kita hanya perlu memilih untuk membiarkan kehidupan-Nya mengendalikan dan mendominasi di dalam kita. Saat kita membiarkan kehidupan-Nya memenuhi kita dan hidup melalui kita, kita pun dapat menunjuk- kan kemenangan yang sama atas Setan dan dosa.
JALAN SALIB
Salah satu aspek paling penting pada kemenangan ini me- libatkan mati untuk diri sendiri. Kita juga harus mengalami kema- tian, bahkan kematian di salib. Yesus mengajar murid-murid-Nya bahwa untuk mengikut Dia, mereka harus menyangkal diri, me- mikul salib, dan mengikut Dia (Mat. 16:24).
Hal itu tidak berarti bahwa kita harus memanggul potong- an kayu berbentuk salib. Itu berarti kehidupan lama kita, yang kita warisi dari Adam, harus mati. Selama kehidupan lama itu masih hidup, dia pasti akan mengekspresikan dirinya dalam bentuk dosa. Iblis selalu akan dapat mengalahkannya. Solusinya hanyalah kehidupan lama itu harus dihilangkan.
Ketika Yesus mati di salib, kita juga mati bersama-Nya (Gal. 2:20). Oleh karena itu, kenyataan kematian ini dapat dan ha- rus menjadi pengalaman kita pula. Kita dapat “mati setiap hari” (1Kor. 15:31). Kita selalu dapat mengalami “kematian Tuhan Yesus” (2Kor. 4:10).
Salah satu rahasia besar untuk hidup dalam kemenangan atas Setan adalah kematian kita di salib. Kita harus mati untuk diri sendiri dan hidup bagi Allah. Ini adalah cara Yesus memperlihat- kan kemenangan akhir-Nya atas Iblis. Jika kita ingin juga memiliki kekuatan rohani untuk mengalahkan kerajaan kegelapan dan hi- dup dalam kemenangan Kristus, itulah satu-satunya caranya. Kita juga harus mati.
Semakin kita mengalami hidup dengan kehidupan super- natural dan mati untuk diri kita sendiri, semakin kita akan me- nang atas setan dan kekuatan jahatnya. Semakin salib bekerja di dalam kita dan atas kita, semakin banyak kemenangan yang akan kita alami.
Perhatikanlah bahwa kumpulan orang yang membentuk sosok sang anak laki-laki dalam kitab Wahyu “tidak mencintai nyawa mereka sampai mati” (Why. 12:11). Kata “nyawa” di sini dalam bahasa Yunani adalah “PSUCHE”, yang menunjukkan arti kehidupan alamiah kita, yang jiwani. Salah satu cara kumpulan orang itu “mengalahkan musuh” adalah dengan tidak mencintai diri mereka sendiri. Mereka bersedia mati.
Kemenangan kita tidak terlalu berhubungan dengan urus- an teriakan dan “mengikat”, tetapi sangat berhubungan dengan urusan menyerahkan diri dan mati. Kita akan menang saat kita menyerahkan hidup kita kepada Yesus, membiarkan Dia be- nar-benar “menjadi” hidup kita (Kol. 3:4). Kita akan menang saat kita mati untuk diri sendiri dan hidup bagi Allah sehingga kita akan menyadari bahwa “orang kuat” itu terikat dan kita akan memiliki kekuatan untuk menjarah kerajaan Setan. Semoga Allah memberi kita anugerah untuk hidup setiap hari lebih dan lebih jauh di dalam kemenangan itu.
Yesus mengajarkan bahwa “[...] Jika biji gandum tidak ja- tuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah” (Yoh. 12:24). Di situ kita melihat bahwa mati adalah rahasia hidup yang berbuah. Saat kita mati, kehidupan Kristus memiliki lebih banyak “ruang” untuk hi- dup dan bergerak di dalam kita.
Demikian pula, saat kita mati untuk “diri sendiri”, penga- ruh kerajaan kegelapan atas kita menjadi berkurang. Oleh karena itu, kita dapat mengikuti arahan Roh Kudus dan menjadi lebih berbuah dalam pekerjaan kita bagi-Nya. Kita dapat hidup dalam kemenangan atas dosa dan atas semua tipu daya musuh sambil membantu orang lain mengalami hal yang sama.
Alkitab mengajar kita bahwa hanya melalui banyak kesu- karanlah kita masuk ke dalam Kerajaan (Kis. 14:22). Kita membaca bahwa, “[...] jika kita bertekun [dalam Alkitab bahasa Inggris KJV, artinya “menderita”], kita pun akan ikut memerintah dengan Dia” (2Tim. 2:12). Maka, masuk ke dalam Kerajaan-Nya sudah pasti melibatkan banyak kesulitan, perjuangan, dan penderitaan.
Hal itu adalah fakta yang alkitabiah. Yesus tidak pernah mengatakan bahwa mengikut Dia akan mudah. Dia tidak pernah menunjukkan bahwa kita tidak akan mengalami kesedihan atau rasa sakit. Mereka yang bersikeras bahwa orang percaya harus se- lalu sehat, bahagia, dan kaya sedang menipu diri sendiri sekaligus menipu para pengikut mereka. Padahal, Yesus menjanjikan suka- cita dan kekuatan batin yang berasal dari ketaatan oleh iman.
Hanya saat kita menyangkal “diri” dan meletakkannya di kaki Yesuslah, kita dapat masuk ke dalam sukacita rohani yang ke- kal yang tersedia dalam Kristus. Hanya saat kita kehilangan hidup kita sendirilah, kita dapat mengalami hidup-Nya.
Banyak hidup kekristenan hari ini dangkal hanya karena tidak menjalani salib. Kehidupan yang kita jalani sebagai orang Kristen jadi memiliki hanya secuil kuasa kebangkitan Yesus ka- rena kita pun menjalani hanya secuil persekutuan dengan pende- ritaan-Nya (Flp. 3:10). Kita tidak mengalami pengangkatan dan kemuliaan-Nya karena kita tidak berbagi hidup dalam salib-Nya. Kita tidak dapat menunjukkan kemenangan-Nya karena masih hi- dup kita sendirilah yang mendominasi di dalam kita.
Memang sangat mudah bagi kita, di tengah situasi kehi- dupan, menjadi putus asa. Ada beberapa penderitaan yang tam- paknya tidak pernah berakhir. Kadang-kadang kita menemukan diri kita dalam situasi yang secara emosional atau fisik sungguh menyakitkan. Kita berdoa dan berdoa dan berdoa. Namun, tam- paknya tak ada jawaban yang datang. Kita berseru kepada Tuhan.
Namun, langit tampak tetap tertutup. Penderitaan terus berlang- sung tahun demi tahun yang panjang.
Godaan besarnya di situ adalah untuk menyerah, yaitu melakukan sesuatu yang kita tahu salah, demi mengakhiri pende- ritaan atau justru menjadi pahit. Apa yang sedang Tuhan lakukan? Mengapa Dia tidak menjawab? Kenyataannya adalah Tuhan se- sungguhnya mendengar dan menjawab. Namun, Dia tidak mela- kukan sekadar apa yang kita inginkan. Dia justru melakukan apa yang terbaik bagi kita.
Alih-alih melakukan apa yang kita pikir benar dalam pengertian duniawi jangka pendek, Dia melakukan apa yang Dia tahu baik untuk kita dari perspektif kekekalan. Anda – benar, Anda yang sedang membaca ini – sangat perlu mati. Kehidupan lama Anda dengan sifat lamanya, dengan semua keinginan dan “kebutuhannya”, sangat perlu disalibkan. Kematian Anda untuk diri sendiri sangat penting untuk kebahagiaan kekal Anda.
Jawaban sebenarnya adalah Anda merendahkan diri di ha- dapan Tuhan, menerima kehendak-Nya bagi Anda di dalam situa- si Anda saat itu, dan membiarkan Roh-Nya melakukan pekerjaan transformasi di dalam diri Anda. Saat Anda menyerahkan diri ke- pada Tuhan di tengah cobaan dan penderitaan Anda, Anda akan menemukan pembebasan yang manis dari sifat diri Anda dan se- gala keinginan Anda. Sedikit demi sedikit, Anda akan dimatikan. Suatu hari kelak, Anda justru akan bersyukur kepada-Nya atas pengalaman Anda itu.
Akhirnya, ketika Anda telah menyerahkan segala keingin- an Anda yang “penting” dan perasaan Anda yang “berharga” itu, ketika Anda tidak lagi terganggu oleh situasi Anda, ketika Anda puas dalam Kristus dalam kondisi apa pun yang Anda alami, saat itulah Anda siap mengalami perubahan.
Ketika Yesus telah memerdekakan Anda dari sifat diri Anda, Dia pun akan memerdekakan Anda dari posisi Anda. Ke- tika roti sudah matang dengan baik, itulah saatnya untuk menge- luarkannya dari oven. Saat itulah hidup Anda menjadi kesaksian, baik kepada dunia maupun kepada para pemerintah dan kuasa. Saat Anda setia sampai mati, Anda menjadi pemenang atas mu- suh, diri sendiri, dan dosa. Saat itulah hidup Anda dapat mulai dipakai oleh Tuhan dengan cara yang penuh kuasa untuk men- jarah kerajaan kegelapan dan berbuah banyak. Ketika Anda telah melewati kematian, Anda kemudian dapat mengalami kehidupan penuh kebangkitan dan kemenangan.
KEHIDUPAN BENAR YANG MEMENUHI SYARAT
Saat mengajar tentang Kerajaan, Yesus berkata, “Jika kamu tidak melakukan kehendak Allah melebihi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke da- lam Kerajaan Surga.” (Mat. 5:20).
Itu adalah pernyataan yang mengejutkan. Ahli Taurat dan Farisi adalah golongan elite agama pada zaman itu. Mereka me- miliki tampilan luar kebenaran yang benar-benar sesuai dengan hukum agama. Mereka memberi persepuluhan, berpuasa, berdoa, dan mempelajari kitab suci setiap hari dengan cara yang sangat mengesankan. Rupanya mereka adalah puncak dari tuntutan ke- benaran yang Tuhan minta.
Banyak kehidupan orang Kristen bahkan tidak sampai mendekati tingkat dedikasi yang demikian. Namun, Yesus bersi- keras bahwa kita harus menunjukkan kebenaran yang lebih lagi daripada itu. Bagaimana mungkin?
Dalam Alkitab, kita menemukan bahwa persyaratan ke- benaran untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah didefinisikan le- bih lanjut. Kita dapat membaca kata-kata Yesus: “Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi” (Mat. 5:5); “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang punya Kerajaan Surga” (Mat. 5:3). Jelaslah, kita melihat bahwa ada persyaratan kelemahlembutan dan keren- dahan hati.
Dalam kitab 2 Petrus, kita disajikan daftar prasyarat yang lebih panjang lagi. Petrus menyerukan agar kita: “[...] menambah- kan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahu- an, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasa- an diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih terhadap saudara-saudara seiman, dan kepada kasih terhadap saudara-saudara seiman, kasih terhadap semua orang.”
“Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan per- nah tersandung. Dengan demikian, kepada kamu akan dikaruni- akan hak penuh untuk memasuki Kerajaan kekal.” (2Ptr. 1:5-7, 10, 11).
“Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan per- nah tersandung. Dengan demikian, kepada kamu akan dikaruni- akan hak penuh untuk memasuki Kerajaan kekal.” (2Ptr. 1:5-7, 10, 11).
Apa yang Tuhan cari dan yang akan memungkinkan kita untuk masuk ke dalam Kerajaan-Nya adalah kehidupan baru-Nya yang telah kita bahas sebelumnya. Sekali lagi, kehidupan kita sen- diri, bahkan dengan seluruh upaya dan energi yang kita miliki, tidak akan pernah memenuhi standar Allah.
Mungkin ada banyak orang percaya saat ini membayang- kan bahwa mereka adalah orang yang telah dikuduskan. Mereka memiliki semangat dan tekad untuk menyenangkan Tuhan dan melakukan kehendak-Nya. Bahkan mungkin mereka diam-diam membayangkan bahwa mereka agak lebih unggul secara rohani daripada orang lain karena dedikasi mereka. Pendapat ini bahkan sedikit diperkuat lagi jika mereka memiliki karunia rohani yang kuat dan jelas.
Namun, itu semua tidak memenuhi syarat sebagai kele- mahlembutan. Itu bukanlah kerendahan hati. Itu hanyalah jenis kebenaran yang sama seperti yang mampu dihasilkan para ahli Taurat dan orang Farisi. Kita telah diberi tahu dengan jelas bahwa itu tidak cukup untuk masuk ke dalam Kerajaan Tuhan.
Ketika Yesus hidup di bumi ini, Dia berkata, “Akulah ja- lan” (Yoh. 14:6). Penting untuk kita perhatikan bahwa Dia tidak hanya berkata bahwa Dia menunjukkan jalannya, tetapi bahwa Dia adalah jalan itu sendiri. Jalan Tuhan saat ini adalah seorang Pribadi. Dengan membiarkan Pribadi itu hidup di dalam kita dan melalui kita, kita mengikuti jalan ilahi itu.
Yesus menasihati kita untuk “masuk melalui pintu yang sempit” dan lebih lanjut menyatakan bahwa “banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat” (Luk. 13:24). Dia juga adalah pintu yang sempit itu. Dengan membiarkan Dia menjadi hidup kita, kita akan berhasil masuk. Saat kita masuk me- lalui bukaan pintu yang sempit itu, semua yang kita miliki harus ditinggalkan.
Sederhananya, apa yang kita miliki dan sifat diri kita yang alamiah, bahkan termasuk yang tampaknya “baik” di mata kita, tidak akan muat jika kita bawa melewati pintu itu. Ketika kita ber- usaha masuk tetapi tidak bersedia meninggalkan dan membuang semua yang kita miliki dan sifat diri kita, kita pun gagal melewati Pintu dan masuk ke dalam Kerajaan itu.
Hanya kehidupan Yesus yang hidup di dalam kita dan hidup melalui kitalah yang dapat memuaskan Bapa. Di dalam Dialah Bapa berkenan (Luk. 3:22). Memang jalannya sempit. Ha- nya ada satu Pribadi yang menjadi jalan itu dan kita harus masuk melalui Dia. Pintunya sangat sempit sehingga, seperti unta mele- wati lubang jarum, satu-satunya cara untuk melewatinya adalah dengan melepaskan diri kita dari semua beban kita. Kemampu- an kita, semangat kita, kepemimpinan alami kita, harta kita, dan bahkan kehidupan kita sendiri pun tidak akan muat jika dibawa melewati pintu itu.
Ketika kita menyerahkan hidup kita lebih dan lebih me- nyeluruh kepada-Nya sehingga kehidupan kita dapat mati dan hidup-Nya dapat hidup melalui kita sebagai gantinya, sifat-sifat indah alamiah Tuhan sendiri mulai terlihat dalam kehidupan kita. Semua atribut karakter-Nya menjadi nyata. Ketika bukan lagi kita yang hidup, tetapi Kristus (Gal. 2:20), dunia di sekitar kita dapat mulai melihat siapa dan apa Yesus sebenarnya.
Ketika kehidupan Allah mendominasi di dalam kita, ke- saksian kita bukan lagi hanya menjadi kata-kata, tetapi juga terli- hat dalam semua sikap dan tindakan kita. Dengan cara itulah, ak- ses kita masuk ke dalam Kerajaan-Nya akan “disediakan dengan berlimpah”.
MENGALAHKAN DUNIA
Aspek lain pada kemenangan Kerajaan melibatkan menga- lahkan dunia. Alkitab mengajar kita bahwa dunia dan segala sesu- atu di dalamnya adalah bagian dari kerajaan Iblis. Oleh karena itu, setiap orang percaya yang ingin masuk ke dalam Kerajaan Allah juga harus mengalahkan dunia. Itu termasuk apa yang bisa dise- but “sistem dunia ini” dengan semua hawa nafsunya, pesta pora- nya, keserakahannya, kilaunya, dan gemerlapnya.
Tuhan telah memanggil kita untuk memisahkan diri kita dari dunia. Dia berkata di dalam Firman-Nya, “[...] Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menyentuh apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu” (2Kor. 6:17).
Ayat lain menyatakan, “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. [...] Sebab semua yang ada di da- lam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta ke- angkuhan hidup, tidak berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya” (1Yoh. 2:15-17).
Dunia dan segala sesuatu di dalamnya adalah unsur pen- ting dalam kerajaan Iblis. Itulah salah satu jerat paling halus yang dipakainya untuk menjerat umat Allah. Setan menawarkan kepa- da Yesus dan dia menawarkan kepada kita hari ini semua kerajaan dunia ini jika kita bersedia menyerahkan diri kita kepada dia.
Iblis mampu memberikan kepada manusia banyak hal yang tampaknya dari sudut pandang manusia layak diinginkan. Itu termasuk hal-hal seperti uang, ketenaran, harta, dan status di mata orang lain. Dia mampu memberikan pengakuan, kekuasa- an, dan pengaruh. Namun, seperti Tuhan kita, kita harus belajar untuk lari dari hal-hal itu dengan segala cara, karena jika tidak, semua itu akan membuat kita kehilangan Kerajaan.
Dalam Alkitab kita membaca, “Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan mem- benci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia ke- pada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Mat. 6:24). Mamon yang dibahas Alkitab di situ adalah kekayaan, kesenang- an, hiburan, dan sanjungan yang mungkin diberikan oleh dunia dan penghuninya.
Tidak mungkin untuk melayani Allah sekaligus mengejar hal-hal dunia. Kecuali hati kita dibersihkan dari hal-hal itu dan kita bertekad untuk melayani Allah saja, kita akan ditelan oleh kekhawatiran hidup ini, oleh hal-hal duniawi yang kita pikir kita butuhkan, sehingga kita gagal mencapai tujuan yang telah ditetap- kan dalam panggilan kita. “Jadi, siapa saja yang hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.” (Yak. 4:4).
Uang adalah kuasa yang paling kuat di dunia jasmani saat ini. Yesus berkata bahwa lebih sulit bagi orang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga daripada seekor unta melewati lubang jarum (Mat. 19:24). Murid-murid-Nya berpikir hal itu pasti tidak mungkin, tetapi Yesus meyakinkan mereka bahwa dengan Allah segala sesuatu adalah mungkin.
Kekayaan itu menipu. Kekayaan menipu orang-orang yang memilikinya dengan berpikir bahwa hal itu adalah tujuan akhir. Lebih banyak orang yang tertipu oleh kekayaan daripada oleh hal-hal lainnya.
Saat ini, bahkan ada sebagian umat Kristen yang mengajar orang-orang untuk mengejar kekayaan. Dengan demikian, para pengajar itu mengalihkan pikiran orang percaya dari Kerajaan Allah ke pengaruh paling kuat dalam kerajaan Setan.
1 Timotius 6:9 dan 10 berbunyi, “Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan mencelakakan, yang me- nenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan [ke- rugian]. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang dan karena memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.”
Kekayaan bukan hanya pengalih perhatian; jika kita terpi- kat olehnya dan menghabiskan waktu kita mengejarnya, kita tidak akan masuk ke dalam Kerajaan yang sedang dipersiapkan Tuhan.
Jika kita memiliki uang, hanya dengan menundukkan seluruh milik kita itu sepenuhnya kepada otoritas Yesus Kristus- lah kita dapat menang. Seperti si pemuda kaya, hal itu mungkin mengharuskan kita untuk memberi banyak, atau bahkan seluruh- nya, dari uang kita.
Uang harus digunakan untuk melakukan pekerjaan Tuhan dan memenuhi tujuan-Nya, bukan untuk mengamankan diri kita sendiri pada posisi yang nyaman dan aman, mengumpulkan harta benda, dan memuaskan semua keinginan diri sendiri. Uang yang berada di bawah kendali Tuhan akan digunakan untuk mendu- kung hamba-hamba-Nya, memberi kepada yang miskin, dan de- ngan segala cara memastikan bahwa tujuan-tujuan Tuhan didu- kung di dunia ini.
Uang bisa menjadi alat yang sangat penting bagi mereka yang tahu cara menggunakannya untuk Kerajaan Allah, tetapi ki- tab suci memperingatkan kita bahwa kekuatan uang sangat me- nipu, bahkan begitu pandai menipu sehingga kita harus waspada dan berhati-hati dalam menghadapinya. “Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya” (2Tim. 2:4).
Semua anak Tuhan harus memastikan bahwa keuangan mereka sepenuhnya di bawah otoritas Allah dan bahwa mereka bersedia taat kepada-Nya, berapa pun harganya.
Petrus pada suatu waktu berkata kepada Yesus, “Lihat, kami telah meninggalkan apa yang kami miliki dan mengikut Engkau” (Luk. 18:28). Yesus menjawabnya, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, setiap orang yang karena Kerajaan Allah me- ninggalkan rumahnya, atau istrinya, atau saudaranya, atau orang tuanya atau anak-anaknya, akan menerima kembali berlipat gan- da pada masa ini juga, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal” (Luk. 18:29, 30). Di masa “sekarang ini”, yang akan kita terima “berlipat ganda” itu mungkin saja ber- arti berkat rohani. Mungkin hal itu berarti bahwa kita tidak akan memiliki banyak materi duniawi untuk diri kita sendiri, tetapi pada hari kedatangan Yesus kembali, kita akan sangat diberkati.
Saya memohon kepada Saudara-Saudara para pembaca, janganlah meletakkan dunia dan hal-hal di dalamnya pada prio- ritas pertama. Singkirkan semua itu. Jangan terjerat dalam hal-hal dalam kehidupan ini. Marilah kita mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, dan percayalah bahwa Dia akan menambah- kan kepada kita hal-hal yang diperlukan untuk terus hidup di du- nia ini (Mat. 6:33).
Akhir bab 12
Baca bab-bab lain secara online:
We are always looking to offer books in more languages.