A Grain Of Wheat Ministries

Membaca Online
Datanglah Kerajaan Mu

“PEKERJAAN IMAN”

Bab 14

Datanglah Kerajaan Mu, buku oleh David W. Dyer

PUBLIKASI MINISTRIES “A GRAIN OF WHEAT”

Oleh David W. Dyer

Diterjemahkan oleh L. Yunnita

DAFTAR ISI

Pendahuluan, Bab 1: “Datanglah kerajaan-mu

Bab 2: Dua “kerajaan”

Bab 3: Kronologi singkat

Bab 4: Hari tuhan

Bab 5: Pada mulanya

Bab 6: Amanat tuhan - kegagalan manusia

Bab 7: Kerajaan allah ada di antara anda

Bab 8: “Tuhan, tuhan”

Bab 9: Balasan yang setimpal

Bab 10: Pengampunan dan penghakiman

Bab 11: Anak laki-laki

Bab 12: Hidup dalam kemenangan

Bab 13: Kepemimpinan dan kerajaan allah

Bab 14: “Pekerjaan iman” (Bab saat ini)

Bab 15: Kata-kata penghiburan, Kesimpulan



Bab 14: “PEKERJAAN IMAN”

Keselamatan ada oleh kasih karunia melalui iman. Pada zaman ini, hampir semua orang Kristen yang memiliki ak- ses ke Alkitab menyadari fakta ini. Tidak ada hal yang bisa kita lakukan dari diri kita sendiri, yang akan menyenangkan Allah atau menyebabkan Dia menyelamatkan kita. Hanya oleh rahmat-Nya yang besar dan kasih yang Dia miliki bagi kitalah, Dia mengutus Anak-Nya untuk mati menggantikan kita.

Tidak ada pekerjaan yang bisa kita lakukan yang akan membawa kita pada kehidupan kekal, tetapi kita hanya dapat memanfaatkan pengorbanan besar yang telah Yesus lakukan. Ke- tika kita benar-benar bertobat dari dosa-dosa kita dan percaya ke- pada-Nya, Allah menganggap kita benar. Dia terpuaskan oleh per- sembahan sempurna Anak-Nya dan Dia menerima kita ke dalam kelompok orang yang Dikasihi-Nya. Ini adalah sesuatu yang tentu dipahami oleh setiap orang Kristen.

Meskipun demikian, sebagaimana yang telah kita pelajari dari beberapa bab sebelumnya, masuknya seorang percaya ke da- lam Kerajaan Seribu Tahun didasarkan pada pekerjaannya. Keti- ka kita berdiri di hadapan takhta pengadilan Kristus, kita harus mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah kita lakukan da- lam tubuh kita, entah itu baik atau jahat (2Kor. 5:10). Yesus berkata Dia akan membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatan mereka masing-masing (Why. 2:23).

mereka masing-masing (Why. 2:23). Hal tersebut menyajikan kontradiksi yang jelas kepada kita. Di satu sisi, keselamatan adalah hadiah gratis dari Allah melalui Yesus Kristus. Namun, di sisi lain, ketika kita berdiri di hadapan-Nya, Dia akan menghakimi kita menurut pekerjaan kita.

Dalam bab ini, kita akan mendiskusikan secara menyelu- ruh kontradiksi yang nyata ini. Diharapkan bahwa setelah menye- lesaikan bab ini, para pembaca akan melihat bahwa sebenarnya tidak ada kontradiksi sama sekali, tetapi bahwa pekerjaan kita hanyalah hasil otomatis dari iman yang sejati.

PERLUNYA “PEKERJAAN”

Menerima kehidupan kekal memang oleh kasih karunia dan bukan dari diri kita sendiri. Namun, masuknya kita ke da- lam Kerajaan Seribu Tahun adalah hal lain. Masuknya kita ke da- lam kerajaan itu akan ditentukan oleh apa yang telah kita lakukan dengan apa yang telah diberikan Allah kepada kita. Yesus telah memberi kita hadiah yang tak terlukiskan dan Dia mengharapkan kita untuk melakukan sesuatu dengan hadiah itu selama Dia se- dang pergi.

Sama seperti Yesus Kristus menghabiskan waktunya un- tuk melakukan kehendak Bapa, demikian pula kita harus mengha- silkan buah bagi Allah. Ketika seorang petani menanam benih di tanah, dia melakukannya dengan harapan bahwa benih itu akan tumbuh dan menghasilkan buah. Demikian pula, Allah mengha- rapkan kita untuk menghasilkan pekerjaan yang memuliakan Dia.

Petrus menulis bahwa kita tidak boleh mandul atau ti- dak berbuah dalam hal pengenalan akan Tuhan (2Ptr. 1:8). Allah mengharuskan kita menghasilkan buah pekerjaan baik selama kita hidup di bumi ini (Ef. 2:10). Melalui Yesus, Dia telah memberi kita kehidupan baru dan mempercayakan kita dengan sebuah komisi besar. Tujuan-Nya melakukan hal itu adalah agar kita mengguna- kan waktu kita di sini untuk melayani Dia, yaitu membantu Dia melaksanakan kehendak-Nya.

Mungkin Anda semua ingat perumpamaan yang ada di Ma- tius 25:15-30 tentang talenta yang diberikan kepada hamba-hamba seorang raja. Jelas dinyatakan bahwa perumpamaan itu berkaitan dengan Kerajaan yang akan datang.

Hamba-hamba yang setia diberi penghargaan berupa “masuklah ke dalam kebahagiaan tuanmu [Tuhan mereka]”. Namun, hamba yang hanya diberi satu talenta dan tidak melaku- kan apa-apa dengan talenta itu dihukum dengan dilemparkan ke dalam kegelapan yang paling gelap. Dia didisiplin karena tidak melakukan apa-apa selama ketiadaan tuannya.

Ada bagian menarik dari perumpamaan lain tentang Kera- jaan yang ada di dalam Matius pasal 22, yang membahas tentang pakaian untuk perjamuan kawin. Mari kita baca, mulai dari ayat 11, “Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu [di perjamuan kawin], ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. Ia berkata kepadanya: Hai Saudara, bagaimana engkau masuk kemari tanpa mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja. Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi. Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.” (Mat. 22:11-14).

Orang malang itu jelas tidak memenuhi beberapa persya- ratan untuk masuk ke dalam aspek perjamuan kawin pada Ke- rajaan. Apa persyaratan itu? Persyaratan itu adalah berpakaian dengan pekerjaan iman yang baik. Wahyu 19:8 menunjukkan ke- pada kita bahwa pakaian pesta dalam perjamuan kawin itu sebe- narnya adalah pekerjaan baik, dan kita dapat membacanya, “[...] supaya [mempelai wanita itu] memakai kain linan halus yang ber- kilau-kilauan dan putih bersih!” (Linan halus itu adalah perbu- atan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus.).

DIUJI DENGAN API

Kita mengerti bahwa pekerjaan baik itu perlu dan diingin- kan. Pekerjaan baik adalah sesuatu yang harus dihasilkan setiap orang percaya. Namun, juga jelas dari Alkitab bahwa tidak se- barang usaha bagi Tuhan akan diterima. Pekerjaan yang kita laku- kan dalam nama Yesus harus merupakan jenis pekerjaan khusus agar memenuhi syarat untuk diganjar dengan upahnya.

Ketika Hari Tuhan tiba, semua pekerjaan yang telah kita la- kukan akan diuji dengan api. 1 Korintus 3:12-15 berbunyi, “Entah- kah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan tampak, karena hari Tuhan akan me- nyatakannya [menyingkapkannya]. Sebab hari itu akan tampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang, akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian; ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.”

Api yang akan menguji pekerjaan kita tidak lain adalah hadirat Allah yang kekal. “Sebab Allah kita adalah api yang meng- hanguskan” (Ibr. 12:29). Intensitas hadirat-Nya dan kemuliaan wajah-Nya akan dengan cepat menyingkapkan substansi aktivi- tas kita. Frasa “menderita kerugian” di situ tentu mencakup ke- rugian dalam mewarisi Kerajaan Seribu Tahun, karena itu adalah salah satu penghargaan yang akan diterima oleh orang-orang se- tia. Meskipun ada jenis penghargaan lain yang disebutkan dalam Alkitab seperti berbagai jenis mahkota, banyak dari semuanya itu juga perlu dipahami dalam konteks Kerajaan.

Mahkota, misalnya, berbicara tentang kerajaan dan peme- rintahan, yang seperti yang telah kita lihat, akan menjadi peran yang tepat bagi orang-orang percaya yang dianggap layak. Kehi- langan pekerjaan kita karena pekerjaan itu tidak diterima tidak mungkin merupakan kerugian yang dibicarakan di situ, karena pekerjaan itu sendiri bukanlah penghargaan kita, melainkan ha- nya cara untuk menjadikan kita berhak atas penghargaan itu.

Ayat-ayat itu juga menunjukkan bahwa mereka yang ak- tivitasnya ditolak di hadapan takhta penghakiman Kristus tetap diselamatkan secara kekal meskipun mereka “menderita kerugi- an” (1Kor. 3:15).

Kita menemukan bahwa dua kategori pekerjaan tertentu disebutkan dalam ayat sebelumnya: kayu, rumput kering, dan je- rami – emas, perak, dan batu permata. Yang berharga akan tahan uji dan menjadikan kita berhak atas penghargaan, sedangkan ba- han-bahan yang mudah terbakar akan hangus dan menyingkap- kan ketidaktaatan kita, sehingga menjadikan kita terdiskualifikasi dari hak masuk ke dalam Kerajaan.

Karena perbuatan yang kita lakukan sangatlah kritis da- lam menentukan apakah kita akan diterima atau tidak ketika kita berdiri di hadapan Tuhan, sangatlah berharga pula untuk kita me- luangkan waktu membahas substansi perbuatan itu secara panjang dan lebar. Setiap orang percaya harus memiliki pemahaman yang baik tentang aktivitas mana yang akan menyenangkan Tuhan dan mana yang tidak. Banyak orang Kristen, yang tidak mengetahui kriteria Tuhan, bisa dengan mudah membuang-buang waktu me- reka dengan membangun sesuatu yang tidak diinginkan Tuhan.

Meskipun kita harus menghabiskan sedikit waktu di sini berbicara tentang hal-hal negatif, yang tidak menyenangkan, sa- ngat penting bagi setiap pengikut Yesus untuk memiliki pema- haman yang kuat tentang kebenaran ini. Maka, mohon bersabar- lah dengan saya saat kita membahas hal ini bersama-sama.

KAYU, RUMPUT KERING, DAN JERAMI

Tentu kita semua pasti tahu bahwa pekerjaan yang harus kita lakukan saat Yesus pergi bukanlah pekerjaan yang berdasar- kan hukum, karena Alkitab mengatakan bahwa “tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat” (Rm. 3:20). Meskipun hal itu seharusnya jelas bagi siapa saja yang membuka Alkitab dan merenungkan sendiri kebe- naran-kebenaran tentang Tuhan, ada gerakan yang berkembang pada zaman ini yang mendorong orang percaya untuk kembali ke hukum Taurat.

Ada angin doktrin baru, yang di beberapa bagian dunia di- gandrungi sampai hampir menyerupai kegilaan, untuk kembali ke paham Yudaisme Perjanjian Lama. Tampaknya ada banyak orang yang gagal menembus tabir dan menjalin hubungan yang intim dengan Tuhan sendiri. Atau, mungkin selama bertahun-tahun, hubungan mereka dengan Dia menjadi jauh, membosankan, atau dingin. Kemudian, mereka mencari cara manusiawi, yang dang- kal, untuk merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri sekaligus membayangkan bahwa mereka melayani Tuhan.

Karena tidak menikmati jenis hubungan dengan Tuhan Yang Tak Terlihat yang membenarkan mereka dari hari ke hari, mereka mencari jalan lain untuk memuaskan hati nurani mere- ka agar merasa bahwa mereka telah melakukan hal yang benar. Mereka sibuk dengan ritual, terminologi, festival, dan praktik Perjanjian Lama, sambil berharap bahwa semuanya itu akan entah bagaimana mengisi kekosongan yang ada.

Namun, seperti yang kita semua pasti tahu, hukum Taurat dan semua peraturannya lemah karena hanya bekerja melalui usa- ha daging (Rm. 8:3). Oleh karena itu, hal-hal itu tidak pernah sang- gup menghasilkan jenis pekerjaan yang akan bertahan dalam ujian Hari Penghakiman. Selanjutnya, setiap orang percaya juga harus menyadari bahwa mencoba melakukan hal yang benar menurut “prinsip-prinsip Perjanjian Baru” juga tidak akan dapat diterima oleh Tuhan. Sementara sebagian orang telah memahami bahwa hukum Taurat tidak dapat menghasilkan kebenaran, mereka ma- lah mengembangkan bagi diri mereka sendiri jenis “hukum” lain yang terdiri dari prinsip-prinsip Perjanjian Baru.

Mereka telah meneliti Injil dan surat-surat yang ada, lalu membuat analisis yang menggabungkan semuanya itu hingga menghasilkan semacam kode etik dan perilaku “rohani” yang me- reka coba gunakan untuk memandu hidup mereka. Mereka berusa- ha keras untuk mengikuti prinsip-prinsip itu. Mereka bersemangat untuk melakukan hal yang benar. Namun, sekali lagi, jenis pekerja- an itu pun hanya dapat dilakukan melalui upaya manusia yang ala- miah. Orang-orang yang memiliki kehendak yang kuat dan tekad yang bulat mungkin sanggup dengan sangat baik menunjukkan bahwa mereka mengikuti berbagai prinsip itu. Namun, upaya-upa- ya itu merupakan bahan-bahan yang sangat mudah terbakar.

Mereka yang menjalani hidup mereka hanya dengan pe- tunjuk luar yang ditemukan dalam Alkitab akan menjadi salah satu orang yang kepadanya Yesus berkata, “Enyahlah dari ha- dapan-Ku, kamu sekalian yang melakukan kejahatan! (pelanggar- an hukum, pemberontakan)” (Mat. 7:23). Secara signifikan, jumlah mereka yang masuk dalam kategori itu akan “banyak” (Mat. 7:22).

Berusaha memenuhi tuntutan Alkitab dengan cara kita sendiri, bahkan “dengan bantuan Roh Kudus”, sebenarnya adalah tindakan pemberontakan terhadap Tuhan. Sebagian dari orang- orang yang ditolak itu adalah para individu yang telah melakukan hal-hal mengesankan dalam nama Yesus. Mereka telah berkhot- bah dan bernubuat. Mereka telah mengusir setan. Mereka telah melakukan banyak pekerjaan luar biasa dan bahkan mukjizat.

Mungkin mereka bahkan membangun gedung-gedung gereja yang besar dan memiliki pelayanan yang berskala luas.

Namun, tidak ada satu pun dari semuanya itu dilakukan dalam penyerahan diri sejati kepada Tuhan. Itu semua hanya pe- kerjaan daging. Semua hal itu dapat dilakukan dengan energi, pe- ngetahuan, dan kemampuan manusia yang bertindak secara in- dependen dari Dia. Kita dapat berasumsi bahwa orang-orang itu juga hidup dengan moralitas yang baik, setidaknya secara tampak luar, dan mungkin orang-orang di sekitar mereka terkesan dengan kekristenan mereka.

Sayangnya, kehidupan moral, mukjizat, bangunan yang indah, dan khotbah yang fasih, tidak menyenangkan Bapa. Ha- nya jika kita menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada Yesus dan membiarkan Dia bekerja melalui kita, Bapa puas.

Cara Yesus adalah ketergantungan dan penyerahan total kepada-Nya. Cara-Nya bagi kita adalah kita tinggal di dalam Dia. Setiap pekerjaan yang kita lakukan yang berdasarkan hukum, ter- motivasi dari diri sendiri, atau hanya mengejar pencapaian ma- nusia akan terbukti hanyalah “kayu, rumput kering, dan jerami”.

MANUSIA YANG ALAMIAH

Selanjutnya, kita tiba di kategori lain pada pekerjaan yang ditolak, yaitu pekerjaan manusia yang alamiah atau “daging”. Ke- tika kita datang kepada Tuhan dan mulai mengenal-Nya secara intim, adalah normal bagi kita untuk menjadi bersemangat dalam hal bekerja untuk-Nya. Namun, di situlah sifat alamiah dan ma- nusiawi dapat berperan. Jika kita cerdas, kreatif, dan penuh energi serta memiliki banyak rencana dan ide hebat, sangat mudah bagi kita untuk mulai melakukan pekerjaan bagi Tuhan.

Namun, Tuhan kita memiliki beberapa kriteria khusus bagi kita dalam pekerjaan kita. Yaitu, apa yang kita lakukan un- tuk-Nya, harus pertama-tama diarahkan oleh-Nya. Dia harus menjadi pihak yang menginisiasi pekerjaan tersebut. Lebih lanjut pula, apa yang kita lakukan tidak dapat dilakukan hanya dengan sumber daya dan energi kita sendiri, melainkan, hanya dengan ke- tergantungan pada kekuatan dan kuasa-Nya. Tentu saja, “daging sama sekali tidak berguna” (Yoh. 6:63).

Betapa banyaknya anak-anak Tuhan yang terperangkap dalam pekerjaan daging! Mereka ingin menyenangkan Tuhan, te- tapi kekurangan pemahaman tentang bagaimana melakukannya. Mereka telah mendirikan pelayanan, merintis gereja, dan mengini- siasi program. Mereka telah berkhotbah, mengajar, dan berusaha melakukan apa yang mereka pikir Tuhan ingin mereka lakukan.

Apa pun yang dapat kita hasilkan bagi Tuhan dengan energi dan upaya kita sendiri akan ditolak pada hari penghakim- an; meskipun jika kita berpikir usaha kita adalah “berdasarkan Al- kitab”, meskipun jika apa yang kita lakukan itu tampak benar atau baik. Pertanyaannya bukan tampilan tindakan yang kita lakukan itu – apakah hal-hal itu menjadi populer atau sukses, misalnya – melainkan substansi di dalam hal-hal itu.

Bangunan yang sangat mengesankan dapat saja dibangun dari bahan kayu, tetapi itu adalah bahan yang sangat mudah ter- bakar. Yesus harus menjadi sumber dan inti dari semua pekerjaan kita bagi Tuhan. Dia harus menjadi pihak yang menginisiasi tin- dakan kita dan Dia harus menjadi pihak yang mengalir melalui kita untuk menyelesaikannya.

IMAN

Pekerjaan yang akan menyenangkan Tuhan dan lulus ujian pada hari penghakiman adalah pekerjaan iman. Namun, apa arti- nya itu? Apakah iman yang sejati akan menghasilkan pekerjaan yang memuliakan dan menyenangkan Tuhan? Untuk benar-benar memahaminya, mungkin kita perlu melepaskan diri dari bebera- pa kesalahan informasi yang sangat umum. Kita harus memahami dengan sangat jelas apa yang bukan iman.

Iman bukanlah latihan mental. Iman yang sejati bukan- lah persetujuan mental kita dengan fakta alkitabiah. Iman yang sejati bukanlah sesuatu yang dapat kita ciptakan sendiri dengan terus-menerus mengulangi kebenaran Alkitab. Sebaliknya, iman yang sejati adalah respons hati kita terhadap wahyu Tuhan ten- tang diri-Nya.

Ketika Tuhan menyatakan diri-Nya, melalui perka- taan-Nya dalam roh kita, dalam Alkitab, atau dengan cara-cara lain, dan kita percaya akan apa yang Dia tunjukkan kepada kita itu – itu adalah iman. Kecuali dan sampai Tuhan menyatakan diri- Nya kepada kita dengan cara tertentu, kita tidak dapat memiliki jenis iman yang menyenangkan-Nya. Iman yang sejati bukanlah sesuatu yang dapat kita ciptakan sendiri. Sebaliknya, itu adalah “pemberian Allah” (Ef. 2:8). Ketika Tuhan menyatakan diri-Nya kepada kita, dan dengan anugerah-Nya kita merespons dengan percaya, itulah iman yang sejati.

Mari kita amati beberapa contoh dari Alkitab untuk mem- perjelas hal tersebut. Bagaimana bapa leluhur kita, Abraham, menjadi beriman? Apakah dia membalikkan proses pemikirannya sampai hampir panas dan akhirnya memutuskan bahwa pastilah ada Tuhan? Apakah dia merenungkan seluruh semesta menggu- nakan semua kekuatan rasionalnya dan akhirnya menyimpulkan bahwa pastilah ada sosok Pencipta? Tidak.

Justru tepat sebaliknyalah yang terjadi. Pertama-tama, “... datanglah firman Tuhan kepada Abram dalam suatu penglihatan”, dan kedua, “Abram pun percaya kepada TUHAN” (Kej. 15:1, 6). Urutan kejadiannya sangat penting. Abraham menjadi beriman dengan berespons positif terhadap wahyu Tuhan.

Bagaimana dengan para murid mula-mula? Apakah me- reka menjadi beriman dengan cara menganalisis silsilah Yesus? Apakah mereka meneliti nubuat-nubuat lalu menyimpulkan bah- wa Dia adalah sosok yang akan memenuhi semuanya itu sehingga Dia pastilah Kristus itu? Tidak. Justru, mereka yang mengetahui tempat kelahiran Kristus yang dinubuatkan adalah orang-orang yang tidak percaya dan tidak datang untuk menyembah-Nya.

Meskipun silsilah Yesus dan penggenapan oleh-Nya ter- hadap nubuat-nubuat itu kemudian dipahami oleh murid-murid, bukanlah hal-hal itu yang menghasilkan iman mereka. Sebalik- nya, yang terjadi pertama-tama adalah Yesus “menyatakan kemu- liaan-Nya”, kemudian “murid-murid-Nya percaya kepada-Nya” (Yoh. 2:11).

Ketika Petrus membuat pernyataan terkenalnya bahwa Yesus adalah Kristus, Yesus meneguhkan bahwa itu bukanlah se- suatu yang telah dia yakini dengan cara manusiawi. Bukan “ma- nusia” yang menjelaskannya kepada Petrus, melainkan “Bapa di surga”-lah yang telah menyatakannya (Mat. 16:17).

Iman Petrus adalah hasil dari wahyu ilahi. Dalam setiap kasus, ketika murid-murid pertama kali bertemu dengan Yesus, mereka mengikuti Dia karena mereka melihat sesuatu yang super- natural dalam diri-Nya. Secara manusiawi, Yesus tidak menarik (Yes. 53:2), tetapi Tuhan membuka mata mereka untuk melihat me- lampaui penampilan luar itu dan masuk ke dalam dimensi rohani. Kemudian, hati mereka merespons dengan percaya kepada-Nya.

Ketika kita menjadi lahir baru, itu karena dengan cara ter- tentu Yesus menyatakan diri-Nya kepada kita dan kita berespons dengan iman terhadap wahyu itu. Jika Anda belum pernah meng- alami Anak Allah dinyatakan kepada Anda dengan cara apa pun, maka, meskipun Anda menyetujui beberapa ayat Alkitab atau telah menjadi yakin tentang beberapa kebenaran dalam Alkitab, Anda tidak dapat menjadi murid Yesus yang sejati. Anda hanya telah diyakinkan, tetapi belum bertobat.

BERJALAN DALAM IMAN

Hubungan kita dengan Yesus dimulai dengan wahyu su- pernatural itu. Dan, itu berlanjut dengan cara yang sama. Hari demi hari, Yesus menyatakan diri-Nya dan kehendak-Nya kepada kita melalui Roh-Nya dalam roh kita. Ketika kita dilahirkan kem- bali, kita memasuki hubungan rohani itu dengan-Nya.

Dia tidak terlihat, tetapi Dia terus menunjukkan kehendak dan jalan-Nya kepada kita. Dia terus-menerus menyatakan diri- Nya kepada kita dalam roh kita. Ketika kita terus-menerus beres- pons dengan iman terhadap apa yang Dia nyatakan dan arahan yang Dia berikan, kita sedang memenuhi kehendak-Nya.

Itulah yang dimaksud dengan berjalan dalam iman. Itu berarti kita memiliki hubungan yang intim dan pribadi dengan Tuan kita yang tak terlihat melalui iman kita. Melalui hubungan iman itulah kita berjalan bersama-Nya.

Ketika kita pertama kali percaya, kita menerima Pribadi yang hidup di dalam diri kita. Karena Dia sekarang tinggal di da- lam kita, Dia terus menyatakan diri-Nya kepada kita dalam ber- bagai cara. Kita mengetahui perkataan-Nya di dalam hati kita. Kita merasakan perasaan-Nya terkait berbagai situasi. Kita dapat menyelami belas kasih-Nya, sukacita-Nya, damai sejahtera-Nya, kepuasan-Nya, atau bahkan kemarahan-Nya. Kita dapat menge- nal kepemimpinan dan kehendak-Nya. Semua unsur yang ber- beda-beda pada kepribadian-Nya itu sedang dinyatakan dalam roh kita.

Oleh karena itu, kita dapat terus mengakui dan percaya pada apa yang Dia nyatakan tentang diri-Nya kepada kita. Dengan demikian, kita berjalan dalam persekutuan dengan-Nya melalui iman, percaya pada wahyu tak terlihat dari Anak yang tinggal di dalam kita itu. Dengan demikian, kita dapat mengikuti Dia dari hari ke hari. Dengan demikian pula, kita dapat mengekspresikan Dia, karena kita merasakan semua aspek kepribadian-Nya dalam roh kita. Saat kita mengenali perasaan, pikiran, keputusan, dan kepemimpinan-Nya, kita dapat memilih untuk mengalir bersama dengan apa yang dinyatakan-Nya.

Jika kita memutuskan untuk tidak mengakui apa yang Dia tunjukkan kepada kita dalam roh kita, kita mengganggu aliran ke- hidupan itu. Sebaliknya, ketika kita percaya, kita mengekspresi- kan siapa dan apa Tuhan itu bagi seluruh semesta.

Secara alamiah, sebagai orang percaya baru, iman kita ke- cil dan kemampuan kita untuk merasakan kehadiran-Nya secara penuh masih terbatas. Sama seperti seorang anak sangat terbatas dalam banyak hal untuk memahami dunia di sekitarnya, demiki- an juga anak-anak Tuhan, ketika masih belia, tidak memiliki pe- mahaman yang jelas tentang hadirat Tuhan.

Namun, kita tidak dimaksudkan untuk tetap menjadi anak-anak. Rencana Bapa kita adalah agar kita tumbuh menjadi dewasa. Seiring proses kita bertumbuh secara rohani, iman kita bertumbuh dan kemampuan kita untuk merasakan kehadiran dan kepribadian Juru Selamat kita menjadi lebih tajam. Hasilnya, eks- presi kita tentang sifat-Nya dan kehendak-Nya juga menjadi lebih jelas.

Misalnya, salah satu tanda kedewasaan rohani – fakta bah- wa kita hidup di dalam persekutuan yang konstan dan intim de- ngan Yesus – adalah bahwa kita saling mengasihi. Karena Allah adalah kasih dan Dia mengasihi setiap anak-Nya dengan penuh gairah, ketika kita hidup dalam hubungan iman dengan-Nya, kita merasakan kasih yang besar itu untuk semua orang percaya lainnya. Saat kita mengakui kasih itu, kita juga mengekspresikan- nya. Dengan cara demikian dan banyak cara lainnya, kepribadian Yesus dan kehendak Allah mengalir melalui kita untuk diekspre- sikan kepada dunia yang sedang binasa.

Praktik bernubuat juga membantu kita memahami iman. Roma 12:6 berbunyi, “... baiklah kita melakukannya [bernubuat] sesuai dengan iman kita”. Sebagian orang memahami bernubu- at sebagai berkhotbah, sementara yang lain melihatnya sebagai semacam karunia rohani yang berarti melihat ke masa lalu atau masa depan. Namun, apa pun pemahaman kita, cara kerja nubuat adalah sama.

Saat kita berjalan dalam hubungan intim dengan Yesus, terkadang kita merasakan ada sesuatu yang Dia ingin ucapkan melalui kita. Dengan iman, kita kemudian mengakuinya dan per- caya bahwa Dialah yang menyatakan kata-kata atau pemikiran itu. Maka, kita berbicara dalam iman kepada orang lain.

Juga, di ayat itu ada implikasi bahwa kita tidak boleh melampaui iman kita. Kita harus berhati-hati saat berbicara bagi Allah, agar tidak membiarkan keinginan, pemikiran, dan penda- pat kita sendiri mengatur apa yang kita katakan. Kita tidak boleh melampaui iman yang kita miliki dan “memoles” apa yang Dia katakan dengan hal-hal yang berasal dari diri kita sendiri. Seba- liknya, kita juga tidak boleh membatasi kata-kata kita hanya pada hal-hal yang kita yakini akan menyenangkan orang lain.

Kita hidup berdasarkan iman, bukan berdasarkan apa yang kelihatan (2Kor. 5:7). Ini berarti bahwa kita tidak mengikuti suatu program yang terlihat, tetapi seorang Pribadi yang hidup dan tak terlihat. Kita tidak hanya mengikuti aturan dan peratur- an, prinsip atau hukum yang kita pelajari dari Alkitab atau dari guru atau orang lain, tetapi kita “melihat Dia yang tak terlihat” (Ibr. 11:27) dan merespons dalam iman.

Manusia alami merindukan hal-hal yang dapat diraba. Dia mempercayai mereka karena tampak “nyata” baginya. Dia terbia- sa dengan hal-hal yang dapat dia lihat, rasakan, cicipi, sentuh, dan cium. Oleh karena itu, banyak yang bergantung pada legalisme, sensasi fisik, nubuat, dan pemimpin untuk bimbingan rohani me- reka. Namun, ini adalah berjalan dengan “penglihatan” dan bukan dengan jenis iman yang menyenangkan Tuhan. Kekristenan yang sejati adalah berjalan dengan hubungan iman dengan Raja yang tak terlihat.

IMAN KITA MENGALAHKAN DUNIA

Saat kita berjalan dalam persekutuan iman yang intim dengan Yesus, kehidupan kita berubah. Sikap dan keinginan kita menjadi berbeda. Kita tidak lagi begitu dipengaruhi oleh rangsang- an luar dan superfisial, tetapi oleh pribadi Yesus yang tak terlihat. Oleh karena itu, kehidupan kita menjadi berbeda dari penghuni dunia lainnya. Kita mulai mencintai dan mencari hal-hal yang ber- beda. Kita sedang mengalahkan dunia. 1 Yohanes 5:4 berkata, “Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: Iman kita.”

Dunia di sekitar kita memiliki banyak daya tarik. Dunia menawarkan berbagai jenis kenikmatan indrawi, termasuk asmara, seks, hiburan, makanan, acara olahraga, dll. Semua hal itu bersaing memperebutkan perhatian kita dan berusaha menjerat kasih kita.

Tentu saja kita semua tahu bahwa si jahat berada di balik hal-hal itu. Manusia alamiah kita, karena juga merupakan produk dari dunia fisik, mendambakan hal-hal itu. Kita memiliki keingin- an untuk mendapatkan kepuasan di semua area itu.

Namun, orang-orang yang berjalan dalam iman tidak ter- jerat oleh daya tarik itu. Kehidupan mereka entah bagaimana ter- pisah dan berbeda. Mereka “dipisahkan” dari hal-hal yang jasma- ni dan alami.

Sering kali, “orang-orang dunia” lainnya tidak mengerti. Sikap orang percaya tampak aneh bagi mereka. Perbandingan- nya seperti “anak-anak yang duduk di pasar” (orang-orang du- nia) yang mengatakan sesuatu semacam, “Hai, kami sedang ber- senang-senang tetapi kamu tidak ikut bersenang-senang dengan kami” atau “Kami sedih, tetapi kamu tidak berespons sama terha- dap hal yang kami sedihkan” (lihat Luk. 7:32). Anak-anak Keraja- an Allah memang berbeda. Mereka terpisah dari dunia dan orang- orang dunia.

Iman kitalah yang menyebabkan kita terpisah. Koneksi kita dengan Kerajaan Allah yang tak terlihat itulah yang mengatur kehidupan kita dan membuat kita unik. Mereka yang berjalan dalam iman tidak terikat pada hal-hal yang nyata, jasmani, dan duniawi. Kehidupan mereka sepenuhnya tidak terikat pada hi- buran dan kenikmatan. Juga, mereka tidak berduka atas keadaan urusan-urusan duniawi dan menghabiskan waktu berharga mere- ka mencoba mengubah urusan-urusan itu.

Sebaliknya, orang-orang yang demikian terus-menerus merasakan kepemimpinan dan karakter Allah yang tak terlihat. Mereka mengikuti dan mengekspresikan Dia. Itu pada akhirnya menyebabkan mereka menjalani kehidupan yang tidak duniawi. Mereka mengalahkan dunia dengan iman mereka. Hubungan iman mereka yang berkelanjutan dengan Tuhan menyebabkan mereka memiliki daya tarik dan nilai yang berbeda. Kasih mereka ditempatkan pada hal-hal yang berbeda.

Secara alamiah, kita semua pasti terlibat dengan hal-hal di bumi ini, karena kita perlu makan, minum, bekerja, dan hidup. Namun, orang-orang yang beriman memiliki sikap yang berbeda. Keterlibatan mereka dengan hal-hal di bumi ini memiliki kualitas yang berbeda. Mereka menggunakannya karena mereka harus/ perlu, tetapi mereka tidak menyalahgunakannya atau mengguna- kannya secara sembarangan (1Kor. 7:31). Hati mereka tidak teri- kat pada hal-hal itu dan mereka tidak mengejar hal-hal itu dalam upaya pemenuhan kepuasan. Mereka hidup di dalam persekutu- an yang berkelanjutan dengan Tuhan melalui iman, mereka puas dalam Dia, dan mereka tidak perlu mencari sumber lain untuk memenuhi kebutuhan mereka.

APA ITU IMAN?

Ibrani 11:1 memberi kita definisi iman. Kita dapat mem- bacanya: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang diharap- kan [dalam roh] dan bukti dari segala sesuatu yang tidak dilihat.”. Mari kita ambil bagian pertama dari ayat itu dan mengamatinya lebih cermat. Pengharapan yang alkitabiah adalah pengharapan akan hal-hal yang tak terlihat, yang rohani.

Kemuliaan Allah, yang Dia telah memanggil kita ke da- lamnya, adalah sesuatu yang tidak dapat dijelaskan tetapi hanya dinyatakan kepada kita melalui Roh. Setelah kita “melihat” de- ngan mata rohani kemuliaan yang telah dijanjikan itu, penglihatan itu menjadi harapan yang tak tergoyahkan di dalam diri kita. Hal itu menjadi “substansi” dari apa yang kita harapkan.

Bagian kedua dari ayat itu berbicara tentang “bukti”. Se- perti yang telah kita lihat, ketika kita mengenali Yesus menyata- kan diri-Nya dan kita mengakui, atau setuju dengan wahyu itu, itu adalah iman. Oleh karena itulah, kita jadi memiliki keyakinan akan bukti tentang hal-hal yang tidak terlihat.

Bagi dunia, apa yang kita kejar dan lakukan adalah ke- bodohan yang nyata, karena mereka tidak dapat menangkapnya dalam pemahaman mereka. Hal itu tidak terlihat oleh mereka. Namun, orang-orang yang telah menembus tabir dan melihat ke dalam dunia tak terlihat yaitu Kerajaan Allah memiliki ke- yakinan dalam yang tetap tentang hal-hal yang dari Roh Allah. Mungkin orang-orang yang hanya menjadi percaya secara mental tentang Kristus masih mudah teralihkan saat kesulitan terjadi, te- tapi orang-orang yang telah menerima wahyu yang nyata tentang Yesus memiliki keyakinan di dalam diri yang akan membawa me- reka melewati masa-masa sulit.

Tidak perlu disebutkan lagi di sini bahwa kita seharusnya “berjalan dengan iman”, tetapi itu bukanlah hal yang sama de- ngan sekadar setuju dengan “iman”. Ketika orang berbicara ten- tang “iman”, yang mereka maksudkan adalah seperangkat kebe- naran yang umum dipahami tentang pribadi dan pekerjaan Yesus Kristus.

Di antara kebenaran tersebut, ada fakta bahwa Dia lahir dari seorang perawan, menjalani kehidupan tanpa dosa, mati ka- rena dosa kita, bangkit dari kematian, naik ke surga, dan suatu hari akan kembali ke bumi.

Semua hal itu luar biasa, benar, dan baik. Semuanya me- mang berdampak pada perjalanan kita dengan Yesus, karena kita tahu bahwa Roh di dalam kita tidak akan pernah bertentangan dengan kebenaran seperti itu. Namun, mengikut Tuhan bukan- lah hal yang sama dengan hanya mencoba mengikuti seperangkat doktrin atau kredo. Perjalanan iman kita bukanlah hanya mencoba menyesuaikan hidup kita dengan seperangkat kebenaran tertentu. Yang diperlukan bukan hanya setuju dalam pikiran kita dengan hal-hal itu.

Sebaliknya, seperti yang telah kita lihat, yang dimaksud adalah dari hari ke hari, setiap saat, mengakui wahyu hidup Yesus Kristus dalam diri kita dan membiarkan wahyu itu menjadi sum- ber hidup kita. Ketika kita membiarkan Dia yang memberi kita iman memenuhi hidup kita dengan-Nya, kita akan kemudian di- kenal sebagai pengikut yang “beriman”.

Ada perbedaan besar antara mempraktikkan agama dan mengikut Yesus dengan iman. Sebagian orang telah mengambil berbagai kebenaran dan nasihat Alkitab dan menetapkan bagi diri mereka sendiri semacam sistem keagamaan “Kristen”. Mereka memiliki praktik, aturan, tujuan, pertemuan, pakaian khusus, ge- dung gereja, dan semua perangkap lain yang menarik bagi indra manusia yang alamiah.

Mereka percaya bahwa mereka memiliki “iman”, karena mereka telah menyatakan persetujuan mental mereka terhadap berbagai kebenaran yang terdapat di dalam Alkitab. Karena mere- ka terus “percaya” pada hal-hal itu, dan mematuhi peraturan yang diajarkan kepada mereka, mereka membayangkan bahwa mereka telah menyenangkan Tuhan. Mereka bergantung pada berbagai doktrin, tradisi, dan praktik mental yang nyata sebagai sarana me- reka untuk memuaskan Tuhan. Namun, mengikut Yesus adalah hal yang sama sekali berbeda. Dia adalah Pribadi yang hidup. Ke- tika kita, dengan iman, berespons terhadap wahyu Pribadi-Nya yang selalu hadir, ketika itulah kita memenuhi keinginan Bapa.

“PEKERJAAN IMAN”

Jika iman kita adalah iman yang hidup, itu akan mengha- silkan buah. Yakobus dalam suratnya menunjukkan bahwa agar dapat dikatakan sejati, iman kita harus menghasilkan buah. Dia menjelaskan bahwa jika iman kita tidak menghasilkan “pekerja- an” pada saat ini, berarti itu adalah kematian dan menjadi iman yang mati. Iman yang mati tidak lagi menghasilkan buah apa pun. Selanjutnya, iman yang mati tidak membenarkan posisi kita seka- rang, dan tidak akan membenarkan posisi kita di hadapan kursi penghakiman, bagi setiap orang Kristen.

Maka, kita melihat bahwa iman kita harus selalu diperba- harui. Dengan kata lain, kita harus mempertahankan hubungan iman yang hidup dan aktif setiap hari dengan Yesus untuk dapat dibenarkan oleh-Nya.

Tidak cukup jika kita hanya pernah percaya di masa lalu. Tidak cukup jika kita hanya secara mental menyetujui seperangkat doktrin Alkitab. Kita harus mempertahankan hubungan yang hi- dup dengan Yesus melalui iman setiap hari. Respons hati kita ter- hadap wahyu Allah harus terus menjadi sesuatu yang aktif yang mengarahkan hidup dan tindakan kita. Itulah yang kemudian akan menghasilkan pekerjaan baik yang memuliakan-Nya. Itulah pekerjaan iman.

Yesus mengajarkan kepada kita bahwa kita harus tinggal di dalam-Nya. Itu berarti kita hidup dalam persekutuan intim yang berkelanjutan dengan-Nya, terus-menerus mengakui apa yang Dia nyatakan tentang diri-Nya kepada kita melalui iman. Ke- tika kita melakukannya, Dia juga tinggal di dalam kita. Ketika kita mempertahankan hubungan iman kita dengan-Nya, Yesus me- mimpin kita dalam pekerjaan yang Dia ingin lakukan melalui kita.

Respons iman kita terhadap kepemimpinan-Nya memba- wa aliran kehidupan-Nya ke dalam diri kita dan melalui kita. Itu adalah hidup-Nya sendiri, yang kemudian menghasilkan buah yang kekal. Yesus mengajarkan kepada kita bahwa jika “kamu tinggal di dalam-Ku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu”, “kamu akan berbuah banyak” dan “buahmu akan tetap” (Yoh. 15:7, 8, 16) (Dengan kata lain, itu tidak akan hangus terbakar pada hari penghakiman.) Jelaslah, kita tidak dapat berbuah dari diri kita sendiri (Yoh. 15:4). Hanya hubungan iman yang berkelanjutan de- ngan-Nyalah yang membuat kita berbuah. Itulah pekerjaan yang berbahan emas, perak, dan batu permata.

IMAN DAN KETAATAN

Untuk mempertahankan hubungan yang intim dengan Yesus melalui Roh, kita harus taat kepada-Nya. Kita harus belajar hidup di bawah pemerintahan-Nya, dan dengan demikian, di da- lam Kerajaan-Nya. Kita harus terus menyerahkan diri kita dalam iman kepada Raja kita yang tak terlihat.

Jika kita menjadi tidak taat, itu berarti kita menolak un- tuk percaya dan merespons arahan-Nya dari dalam, dan hal itu mengganggu keintiman kita dengan Juru Selamat kita. Ketika kita terus hidup dalam pembangkangan ini dan tidak menyerah pada arahan-Nya, rasa kehadiran-Nya semakin berkurang. Secara ber- tahap, kita gagal memiliki hubungan iman yang vital dan keinti- man yang menyenangkan dengan-Nya.

Iman kita lalu mulai mati ketika kita menolak untuk beres- pons terhadap kepemimpinan-Nya. Iman dan ketaatan terikat erat menjadi satu. Ketika kita menolak Roh Kudus dan otoritas-Nya dalam hidup kita, akan menjadi sangat sulit bagi kita untuk tetap berada dalam hadirat Allah.

Berapa banyak orang percaya saat ini yang berada dalam kondisi demikian? Mereka dulu pernah mengenal Allah secara intim, tetapi sekarang merasa seperti berada di luar dan hanya melihat ke dalam. Persekutuan manis mereka dengan Yesus ha- nya menjadi kenangan. Pada titik tertentu mereka telah menolak perkataan surgawi, menolak kepemimpinan Roh, dan karenanya sekarang berada di luar Kerajaan pada masa sekarang. Pemberon- takan mereka terhadap apa pun yang Yesus inginkan dari mereka telah membuat mereka hanya menjadi cangkang kosong yang ber- label “Kristen”.

Ada terlalu banyak alasan mengapa kondisi yang demi- kian terjadi, tetapi mungkin baik untuk menyebutkan beberapa kemungkinannya saja. Mungkin orang-orang itu terlalu takut un- tuk mengikuti Yesus ke dalam jalur yang Dia inginkan. Mungkin mereka terlalu sibuk dengan upaya pengejaran mereka sendiri, se- perti hobi atau bisnis. Mungkin ada orang percaya lain atau kera- bat yang mengecilkan hati mereka dari mengambil langkah yang ditunjukkan oleh Tuhan. Bahkan, mungkin mereka hanya terlalu keras kepala dan menolak untuk menyerah kepada-Nya dalam bidang-bidang yang Dia ingin berkuasa. Kemungkinan lain ada- lah bahwa sesuatu terjadi dalam perjalanan mereka dengan Tuhan yang membuat mereka pahit dan kecewa.

Namun, apa pun kasusnya, hasilnya sama saja. Iman hi- dup mereka hilang dan rasa keintiman manis dengan Tuhan telah surut dari kehidupan mereka. Tentu, orang-orang seperti itu “ma- sih percaya pada Yesus”. Mungkin fakta-fakta alkitabiah tentang hidup dan pelayanan-Nya masih jelas bagi mereka, tetapi iman mereka telah menjadi usang dan basi. Itu hanyalah iman dari masa lalu mereka dan bukan pengalaman masa kini mereka. Itu bukan- lah iman yang hidup sekarang ini, yang menyediakan dasar bagi persekutuan mereka dengan Allah.

Mereka yang menemukan diri mereka dalam kondisi de- mikian harus bertobat. Itulah satu-satunya solusinya. Mereka harus berseru kepada Allah untuk meminta anugerah-Nya agar akhirnya mendengar, percaya, dan taat pada apa yang Dia nyata- kan kepada mereka. Ketaatan mereka akan mengembalikan hu- bungan intim mereka dengan Yesus.

Ketaatan yang diperlukan itu mungkin melibatkan me- minta maaf kepada seseorang atas kata-kata atau tindakan yang bersifat kebencian. Mungkin itu berarti perubahan karier atau pin- dah ke bagian lain dari dunia. Tidak diragukan lagi, itu akan ber- arti merendahkan diri sendiri dan mengakui bahwa mereka telah memberontak, keras kepala, dan salah.

Ada terlalu banyak cara untuk kita menjadi tidak taat, tak terbatas jumlahnya. Hanya Tuhan kitalah yang dapat mengung- kapkan kepada kita apa yang mungkin mengganggu persekutu- an kita dengan Dia. Namun, begitu kita benar-benar bersedia dan siap untuk mendengar suara-Nya lagi, kita akan tahu apa yang harus kita lakukan.

Merendahkan diri kita sendiri dan melembutkan hati kita untuk menerima koreksi sangatlah penting dalam kehidupan ro- hani. Hanya dengan cara itulah kita akan dapat kembali berjalan dalam iman.

Terlalu banyak orang Kristen saat ini mencoba alternatif lain. Alih-alih bertobat, mereka mencoba membenarkan diri sendi- ri di mata mereka sendiri dan mata orang lain dengan memperta- hankan penampilan agamawi yang dangkal. Namun, sama seperti pada masa pelayanan-Nya di bumi, Yesus memanggil kita semua untuk bertobat demi memasuki Kerajaan-Nya.

Ketika kita berdiri di hadapan Allah pada Hari itu kelak, kita akan dihakimi menurut pekerjaan kita. Pekerjaan itu meru- pakan hasil dari iman kita yang telah membawa kita ke dalam ke- intiman dan mempertahankan keintiman itu dengan Allah sendi- ri. Pekerjaan yang akan diterima Allah bukanlah pekerjaan yang telah kita lakukan untuk-Nya, tetapi pekerjaan yang Dia lakukan melalui kita sebagai hasil dari hubungan iman kita dengan-Nya. Itulah yang saya suka sebut sebagai “pekerjaan iman”.

Jika Anda tidak hidup dalam iman saat ini, dan dengan demikian, tidak menghasilkan buah bagi Kerajaan-Nya, masih ada waktu untuk bertobat. Masih ada waktu bagi Anda untuk mem- perbaiki hubungan Anda dengan Yesus, berespons pada kepe- mimpinan-Nya, dan hidup bagi Sang Raja di dalam Kerajaannya.

Jika setelah membaca bab ini, Anda menemukan bahwa kehidupan Kristen Anda hanya bersifat hukum dan mati, jika ke- hidupan Anda masih bersifat duniawi, dan karenanya tidak ber- buah, atau jika Anda tidak melakukan apa pun untuk menghasil- kan buah bagi Allah, jawabannya adalah pertobatan – pertobatan demi Kerajaan.

Tuhan memanggil kita hari ini untuk bertobat dari sega- la sesuatu yang kita terlibat di dalamnya, yang bukan dari Kera- jaan-Nya. Melalui iman kita, kita harus menang atas segala yang ditawarkan oleh agama sia-sia, dunia, dan daging. Alih-alih kayu, rumput kering, dan jerami, kita dapat membangun dari bahan emas, perak, dan batu permata yang berharga.

Yesus Kristus akan datang kembali segera untuk meng- hakimi bumi dalam kebenaran. “Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita me- nanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman dan membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.” (Ibr. 12:1-2).

Akhir bab 14

Baca bab-bab lain secara online:

Pendahuluan, Bab 1: “Datanglah kerajaan-mu

Bab 2: Dua “kerajaan”

Bab 3: Kronologi singkat

Bab 4: Hari tuhan

Bab 5: Pada mulanya

Bab 6: Amanat tuhan - kegagalan manusia

Bab 7: Kerajaan allah ada di antara anda

Bab 8: “Tuhan, tuhan”

Bab 9: Balasan yang setimpal

Bab 10: Pengampunan dan penghakiman

Bab 11: Anak laki-laki

Bab 12: Hidup dalam kemenangan

Bab 13: Kepemimpinan dan kerajaan allah

Bab 14: “Pekerjaan iman” (Bab saat ini)

Bab 15: Kata-kata penghiburan, Kesimpulan

We are always looking to offer books in more languages.


Want to help us by translating or proofreading books?

How to volunteer